Dokter: Jaga jarak dan "lockdown" mengendalikan persebaran COVID-19

id covid-19,penanganan corona,virus corona,corona,2019-ncov,novel coronavirus 2019

Dokter: Jaga jarak dan "lockdown" mengendalikan persebaran COVID-19

Bupati Lumajang Thoriqul Haq menjadi imam shalat Jumat di Masjid KH. Anas Machfudz Lumajang, Jumat (27/3/2020) dengan menerapkan social distancing (FOTO ANTARA/ HO- Diskominfo Lumajang)

Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr.dr. H. Ari Fahrial Syam menuturkan bahwa menjaga jarak aman antarorang (social distancing) dan mengunci seluruh akses masuk maupun keluar ke dan dari suatu daerah (lockdown) menjadi efektif dalam mengendalikan persebaran  COVID-19 sehingga tidak bertambah banyak orang terinfeksi dan luas daerah terpapar di Tanah Air.

"Intinya mengendalikan jumlah kasus infeksi, pasien yang terinfeksi, bagaimana caranya, ya 'social distancing' kemudian ketat ya jangan ada lagi orang di jalanan, kan orang di jalanan di situlah proses penularan terjadi, mau bangun banyak rumah sakit juga kalau jumlah pasiennya ini melimpah ya bagaimana," kata Ari kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

Ari menuturkan jaga jarak aman harus dilakukan dengan tegas jika tidak ingin bertambah jumlah penderita COVID-19 di Tanah Air. Menurut dia, harus ada pengawasan untuk memastikan jaga jarak aman itu benar-benar dilakukan seluruh masyarakat.

Hingga saat ini, total penderita COVID-19 di Indonesia mencapai 1.046 kasus, sementara 46 orang sembuh dan 87 orang meninggal dunia. Kasus COVID-19 terbanyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta dengan 598 kasus.

Jika mobilisasi atau pergerakan orang bisa ditekan, isolasi diri dilakukan, orang-orang berdiam diri di rumah dan tidak melakukan perjalanan ke luar daerah, maka penularan dan persebaran COVID-19 bisa dikendalikan.

Dia juga menyarankan untuk dilakukan "lockdown" di Jakarta agar tidak ada orang yang keluar masuk Jakarta demi mengantisipasi meluasnya penyebaran COVID-19.

Apalagi saat mudik, Ari merekomendasikan agar orang-orang tidak mudik di saat pandemik COVID-19 terjadi. Dia menyarankan agar pemerintah memberikan penegasan untuk tidak mudik demi kemaslahatan banyak orang.

"Kunci udah Jakarta, tidak boleh orang keluar dari Jakarta, kan udah ada di Tegal itu ternyata kasus baru berasal dari Jakarta. Jakarta ini menjadi Wuhan-nya China, udah di-lock down saja Jakarta ini, tidak boleh orang keluar, ketika orang keluar ya se-Indonesia ini lebih parah lagi di daerah dengan fasilitas kesehatan minim," tuturnya.

Dia mengkhawatirkan jika setelah perjalanan mudik, kemudian muncul kasus positif COVID-19 maka pihak daerah bisa saja kewalahan menangani apalagi fasilitas di daerah tidak semaksimal yang ada di Jakarta.

Ari menuturkan di Jakarta yang merupakan ibu kota negara, alat pelindung diri (APD) masih kurang apalagi di daerah yang sumber dayanya terbatas. Di Jakarta, masih ada cadangan dokter, sementara di daerah tidak bisa dipastikan dokternya memadai di seluruh area.

"Apakah kita mengimpor (dokter) dari Jakarta ke daerah yah tidak mungkin, Jakarta saja udah kewalahan," tuturnya.