Bijak belanjakan THR di tengah pandemi COVID-19

id THR,bijak,pandemi ,covid-19

Bijak belanjakan THR di tengah pandemi COVID-19

Ilustrasi - Pekerja menunjukkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterimanya di Jawa Tengah, Selasa (12/5/2020). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/wsj.

Jakarta (ANTARA) - Para pekerja/pegawai yang sudah menerima Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 1441 Hijriah harus bersyukur dan bijak dalam membelanjakan tunjangan itu di tengah merebaknya wabah virus corona atau COVID-19.

Bagi yang sudah menerima THR bisa merayakan Lebaran 2020 dengan adanya tambahan dana dari pemberi kerja.

Namun di tengah pandemi COVID-19, tidak sedikit pekerja yang tidak mendapatkan THR bahkan mereka harus kehilangan pekerjaan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan tempat bekerja menghadapi kesulitan sebagai dampak adanya wabah corona.


Mereka yang sudah menerima THR harus berempati dengan saudara-saudara yang tidak mendapatkan THR bahkan kehilangan pekerjaan. Saat menjelang Idul Fitri ini, yang sudah menerima THR rasanya perlu menyegerakan melaksanakan kewajiban membayar zakat, juga meningkatkan amal jariyah, infaq, sedekah dan lainnya.


Mereka yang sudah menerima juga harus mempertimbangkan adanya pergeseran cuti bersama Idul Fitri 1441 H di. Pemerintah melarang kegiatan mudik pada Lebaran 2020 untuk mencegah penyebaran virus corona baru.

Para pekerja/pegawai harus memikirkan pendanaan kegiatan pengunduran cuti bersama itu. Jangan sampai saat cuti bersama yang ditunda itu, mereka kesulitan pendanaan karena THR Lebaran 2020 telah habis dibelanjakan saat libur Lebaran 2020.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengingatkan para pengusaha untuk membayarkan THR keagamaan tepat waktu, yaitu paling lambat tujuh hari sebelum Idul Fitri.

"THR Keagamaan merupakan pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan," kata Ida.

Denda lima persen

Dalam konferensi via video dengan kepala Dinas Ketenagakerjaan seluruh Indonesia pada Senin (11/5), Menaker mengingatkan bahwa aturan THR keagamaan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.


Permenaker itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang salah satunya mengatur tentang denda jika perusahaan terlambat membayarkan THR dan sanksi administratif bagi yang tidak membayar.

Perusahaan yang terlambat membayar dapat dikenai denda lima persen yang akan dikelola untuk kesejahteraan buruh dan pekerja.

Namun adanya pandemi COVID-19 terhadap perekonomian saat ini menyebabkan tidak semua perusahaan dapat memberikan THR bahkan mereka menghadapi kesulitan sehingga terpaksa merumahkan karyawan bahkan menempuh langkah PHK.

Di Sumatera Utara, misalnya sedikitnya 14 ribu pekerja dari 283 perusahaan pada awal Mei 2020 terkena PHK akibat pandemi COVID-19.

"Perusahaan yang paling banyak melakukan PHK atau perumahan karyawan merupakan perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata seperti hotel dan biro perjalanan wisata," ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumut, Harianto Butarbutar.

Kondisi serupa juga terjadi di Jawa Barat. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar mencatat 62.848 pekerja dari 1.041 perusahaan di daerah itu dirumahkan dan di-PHK akibat pandemi COVID-19.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jabar Mochamad Ade Afriandi merinci 666 perusahaan merumahkan 50.187 pekerja dan 375 perusahaan melakukan PHK 12.661 pekerja.

Mengenai dampak wabah corona, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebutkan mayoritas pengusaha hotel sudah tidak mampu membayarkan THR karyawannya.

Ia memperkirakan sekitar 50 persen pengusaha perhotelan akan melakukan penundaan pembayaran THR hingga akhir tahun. "Itu yang kondisinya 'kering'. Sebagian yang punya uang, mungkin cuma memberi 10 persen, 20 persen, jumlahnya tidak besar, sesuai kondisi arus kas mereka," katanya.

Menurut Hariyadi, ketidakmampuan membayar THR kepada karyawan untuk Lebaran 2020 lantaran dana perusahaan yang tidak berputar karena operasional yang terganggu dengan wabah COVID-19.

Opsi penundaan

Menanggapi kondisi utu, Menaker menerbitkan surat edaran berisi opsi penundaan pembayaran THR Idul Fitri 1441 Hijriah.

"Pengusaha menyampaikan kepada Kementerian Ketenagakerjaan secara umum banyak sekali perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan dibuktikan dengan data yang disampaikan ke Dinas Ketenagakerjaan, merumahkan sebagian pekerjanya juga beberapa perusahaan yang melakukan PHK," kata Ida Fauziyah.

Menaker mengatakan sebelum mengeluarkan surat edaran itu, dirinya telah melakukan beberapa kali dialog dengan perwakilan dari serikat pekerja dan pengusaha.

Surat edaran itu, menurut dia, telah dibahas dan menjadi kesepakatan bersama Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional dalam sidang pleno dan Badan Pekerja LKS Tripartit Nasional.

Edaran dimaksud adalah Surat Edaran Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi COVID-19 pada 6 Mei yang memastikan kewajiban pengusaha untuk membayar THR sesuai dengan perundang-undangan.

Tapi terdapat opsi penundaan jika pengusaha tidak dapat membayar THR secara penuh dalam waktu yang ditentukan dalam perundang-undangan. Opsi lain adalah penundaan pembayaran jika perusahaan terbukti tidak bisa membayarkan sama sekali pada waktunya.

Opsi tersebut harus disepakati lewat dialog pengusaha dan pekerja yang berdasarkan laporan keuangan perusahaan. Kesepakatan harus dilakukan secara tertulis dan dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan di daerah masing-masing.

Pengusaha yang tidak membayarkan THR, ujar dia, dapat dikenakan denda sebesar lima persen yang digunakan untuk kesejahteraan buruh.

"Sekali lagi kami meminta kesulitan pengusaha harus disampaikan secara terbuka, dialog secara transparan yang dilakukan pengusaha dan pekerja. Begitu juga pengusaha harus juga mengerti apa yang menjadi persoalan dan keluhan dari pekerja," kata Ida.

Sementara berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan hingga awal Mei 2020 terdapat 1.722.958 pekerja yang terdampak COVID-19. Angka tersebut terdiri dari 1.032.960 pekerja formal yang dirumahkan, 375.165 pekerja formal yang mengalami PHK dan 314.833 pekerja informal yang terdampak.

Kementerian Ketenagakerjaan juga telah meluncurkan Posko Pengaduan THR 2020 secara daring untuk melayani pengaduan para pekerja yang berlaku selama 11-31 Mei 2020. Posko Pengaduan THR 2020 dapat diakses secara daring melalui situs Kemnaker dalam periode 11-30 Mei 2020 selama jam kerja.

"Kementerian telah membentuk Satuan Tugas Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Pembayaran THR 2020 di pusat yang diikuti di daerah agar pelaksanaan SE THR dapat berjalan dengan tertib dan efektif serta tercapai kesepakatan yang dapat memuaskan para pihak, yaitu pekerja/buruh dan pengusaha," kata Ida Fauziyah.

Sementara itu mengenai THR untuk aparatur negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pencairan THR Idul Fitri 1441 H sebesar Rp29,38 triliun kepada aparatur sipil negara maupun TNI/Polri dilakukan secara serentak paling lambat pada Jumat (15/5). "PP-nya sudah dikeluarkan Presiden dan sudah ditandatangani. PMK juga sudah keluar," kata Sri Mulyani.

Dia memastikan THR diberikan kepada seluruh pelaksana aparatur sipil negara dan TNI/Polri serta hakim dan hakim agung setara dengan jabatan di bawah eselon dua. "Artinya pejabat eselon satu dan dua, atau jabatan fungsional yang setara dengan eselon satu dan dua, serta pejabat negara tidak mendapatkan THR," katanya.

Ia memaparkan rincian alokasi THR tersebut yaitu untuk aparatur sipil negara pusat dan TNI/Polri sebesar Rp6,77 triliun, pensiunan Rp8,7 triliun dan aparatur sipil negara daerah Rp13,89 triliun. "Kami sedang melakukan persiapan dengan seluruh satker untuk eksekusi pembayaran THR," katanya.

Kementerian Keuangan juga memastikan dari pemangkasan THR bagi pejabat eselon satu dan dua maupun pejabat negara, pemerintah dapat menghemat anggaran hingga Rp5,5 triliun.

Dana sebanyak Rp5,5 triliun itu akan dialokasikan untuk belanja bidang kesehatan, bantuan sosial (bansos), dukungan UMKM, dan mendanai program Kartu Prakerja untuk mengatasi dampak COVID-19.

Geser cuti bersama

Pemerintah melarang masyarakat melakukan mudik Lebaran 2020 untuk mencegah penyebaran virus corona penyebab COVID-19.

"Sebagai tindak lanjut dari arahan Bapak Presiden, dan pesan beliau pada kita semua untuk tidak mudik pada musim Lebaran tahun ini. Menunda dan menggantinya di akhir tahun," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.

Pemerintah pada 13 April 2020 memutuskan menggeser cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1441 H yang seharusnya 26-29 Mei 2020 menjadi 28-31 Desember 2020. Selain itu, pemerintah juga menambah cuti bersama pada 28 Oktober 2020 sebagai libur panjang dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Muhadjir mengaku penggeseran cuti bersama Lebaran ini diambil oleh pemerintah dengan berat hati, namun dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar yaitu memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2020 meminta jajarannya mengkaji dua opsi waktu pengganti cuti Lebaran 2020, yakni pada akhir Juli 2020 bertepatan libur perayaan Hari Raya Idul Adha 1441 H atau pada akhir tahun 2020.

"Bapak Presiden minta dipertimbangkan mana yang lebih baik apakah waktu Idul Adha akhir Juli atau tetap akhir tahun," ujar Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo.

Doni menekankan jika seluruh pihak bersungguh-sungguh untuk taat dan patuh mengikuti protokol kesehatan maka keadaan normal akan semakin cepat terjadi.

"Semakin taat, semakin kita cepat normal. Normal, namun tetap memakai masker, tetap menjaga jarak dan tetap mengikuti protokol kesehatan," ujar Doni.*