Jaksa tetap menuntut penyerang Novel 1 tahun penjara

id novel baswedan,replik,air keras

Jaksa tetap menuntut penyerang Novel 1 tahun penjara

Suasana sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang disiarkan secara "live streaming" di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Senin (15/6/2020). Sidang yang tidak dihadiri langsung oleh kedua terdakwa tersebut beragendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan terdakwa atas tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/pras.

Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara tetap menuntut 1 tahun penjara terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan.

"Kami jaksa penuntut umum meminta Yang Mulia menolak nota pembelaan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa. Penuntut Umum tetap berpegang pada surat tuntutan yang sudah kami bacakan pada Kamis, 11 Juni 2020," kata JPU Kejari Jakarta Utara Satria Irawan saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin.

JPU Kejari Jakut dalam sidang pembacaan tuntutan pada 11 Juni 2020 lalu menuntut 1 tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis karena menilai para terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata Novel dan hanya akan memberikan pelajaran kepada Novel dengan menyiramkan asam sulfat ke badan namun di luar dugaan mengenai mata Novel. Keduanya terbukti melakukan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam paparan repliknya, JPU menolak sejumlah dalil yang disampaikan para penasihat hukum dalam pledoi yang disampaikan pada 15 Juni 2020.

"Mengenai alasan memberi pelajaran, penurut penuntut hukum, terdakwa Rahmat Kadi Mahulette sudah punya 'mens rea' dengan tidak menceritakan maksudnya bahkan kepada Ronny Bugis dan bahan asam sulfat yang sudah dipersiapkan diencerkan dengan air sehingga kadar lebih rendah dan diarahkan ke badan korban. Kesengajaan itu adalah kehendak atau mengetahui apa yang harus diperbuat," ungkap Jaksa Satria.

Selanjutnya soal dalil penasihat hukum yang mengatakan kerusakan mata Novel karena kesalahan penanganan pasca penyiraman, bukan karena siraman yang dilakukan Rahmat dan Ronny, JPU juga membantahnya.

"Dalil kerusakan mata korban bukan karena perbuatan terdakwa tapi kesalahan penanganan tidak dapat diterima karena korban mengalami kerusakan kornea mata kanan dan kiri yang membuat potensi kebutaan atau kurangnya panca indra sesuai dengan visum et repertum sehingga telah menyebabkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencarian sementara waktu," tambah Jaksa Satria.

Dalam pledoi, pengacara Rahmat menilai bahwa Novel tidak mengikuti petunjuk dokter untuk pembersihan mikrotik ke bola mata di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, malah langsung dibawa ke JEC dan selanjutnya ke Singapura yang menyebabkan Novel mengalami komplikasi dan penglihatannya menurun.

Sedangkan soal penyerangan dilakukan tanpa rencana melainkan secara instan, JPU juga membantahnya.

"Terdakwa telah sengaja mencari alamat, meminjam motor, melakukan survei dan selanjutnya menyiramkan cairan asam sulfat yang dicampur dengan air yang menyebabkan cacat mata permanen bukanlah spontanitas karena sudah menciptakan cacat mata permanen," ungkap jaksa.

Terhadap replik tersebut, pengacara Rahmat dan Ronny akan membacakan duplik secara tertulis pada Senin, 29 Juni 2020.