Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menolak surat pengajuan penangguhan penahanan Kepala Desa Bukit Tinggi berinisial AM yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pungutan liar dana bantuan langsung tunai (BLT) untuk warga terdampak COVID-19.
"Sepertinya tidak dikabulkan, karena belum ada tanggapan dari pimpinan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana Putra di Mataram, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa permohonan penangguhan penahanan memang menjadi hak yang melekat ke tersangka, namun khusus kasus korupsi sulit untuk dikabulkan.
"Jarang sekali ada tersangka korupsi yang ditangguhkan penahanannya," katanya.
Penyidik yang menangani kasus hasil tangkap tangan tersebut, kata Ekawana, masih dalam proses pemeriksaan saksi. Dia memastikan pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat bukti dan unsur pasal yang disangkakan.
"Jadi berkasnya masih kami lengkapi," ucapnya.
Dalam proses penanganan kasus ini, Ekawana telah meminta penyidik untuk segera menyelesaikan kelengkapan berkas agar bisa secepatnya diteliti oleh jaksa.
"Kalau tidak dipercepat, bisa saja nanti tersangka ini bebas, karena masa penahanannya sudah habis," kata Ekawana.
Penasihat hukum tersangka AM, Irfan Suryadiatta, mengatakan ditolaknya penangguhan penahanan tersebut merupakan wewenang polisi.
"Kalau memang tidak dikabulkan itu merupakan wewenang kepolisian. Tidak bisa kami bantah," kata Irfan.
Namun terkait dengan kasusnya, Irfan menyampaikan pandangan yang berbeda dengan penyidik. Dia menganggap kasus tersebut tidak ada unsur punglinya.
"Jadi masyarakat menerima utuh dana BLT Rp600 ribu itu kemudian Rp150 ribu-nya dia sumbangkan ke yang tidak dapat dan itu dititipkan melalui kepala dusunnya," ujarnya.
Bahkan untuk memastikan hal tersebut, Irfan mengaku telah mengecek langsung ke masyarakat.
"Mereka menjawab, ikhlas memberikan Rp150 ribu ke kades. Karena untuk diberikan kepada masyarakat lain yang tidak tersentuh dana BLT itu," kata Irfan.
Tersangka, AM diduga telah memotong Rp150 ribu dari jatah Rp600 ribu yang diterima per orang dan dijerat dengan pidana Pasal 12e Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Berita Terkait
Jaksa menyatakan kasasi terkait vonis bebas pungli dana BLT Lombok Barat
Rabu, 13 Januari 2021 7:51
Korban pemotongan BLT COVID-19 sampaikan keterangan berbeda dengan BAP
Senin, 19 Oktober 2020 16:48
Pengadilan Mataram menggelar sidang pemotongan jatah BLT COVID-19
Jumat, 11 September 2020 14:30
Kades Bukit Tinggi Lobar pemotong jatah BLT COVID-19 segera disidangkan
Rabu, 26 Agustus 2020 16:20
Kades Bukit Tinggi Lobar pemotong jatah BLT pandemik COVID-19 Rp150 ribu perorang ajukan penangguhan penahanan
Rabu, 8 Juli 2020 0:35
Pengamat menekankan warga desa butuh pendamping hindari rentenir bansos
Jumat, 10 November 2023 7:10
Penyaluran BLT DD di Desa Perina berjalan lancar
Selasa, 26 September 2023 17:09
Penyaluran BLT di Desa Ubung tuntas
Kamis, 15 September 2022 16:12