PARA PENULIS DESAK CHINA BEBASKAN PERAIH NOBEL

id

Syney (ANTARA) - Para penuis ternama Asia-Pasifik termasuk peraih penghargaan Nobel dan Pulitzer, Senin, mendesak Beijing untuk membebaskan seorang pembangkang China, penulis Liu Xiaobo, setelah dia memperoleh penghargaan Nobel.

Pusat Puisi, Essay, dan Novel (PEN) mengeluarkan sebuah pernyataan atas nama anggotanya di Hong Kong, Australia, Filipina dan Selandia Baru mendesak pembebasan Liu, yang dipenjara sejak Desember lalu karena tuduhan subversi, sebagaimana dikutip dari AFP.

Penulis dan akademisi berusia 54 tahun itu dijatuhi hukuman 11 tahun penjara karena menginisiasi "Charter 08", sebuah manifesto bagi perubahan politik yang ditandatangani oleh lebih dari 300 orang akademisi, intelektual dan penulis China.

Seruan untuk pembebasannya memperoleh momentum setelah dia memperoleh penghargaan Nobel, Jumat lalu. Amerika Serikat dan sejumlah pemerintahan di Eropa bergabung bersama dengan kelompok hak asasi manusia mendesal kebebasannya.

Liu sebelumnya adalah presiden pusat PEN independen China dan seorang anggota kehormatan PEN Sydney.

Presiden Bonny Cassidy mengatakan bahwa anggota di seluruh penjuru dunia mendukung penghargaan Nobel Liu yang membuat marah China.

`Penghargaan Komite Nobel baginya merupakan sebuah harapan bagi Liu Xiaobo, rekan-rekannya, dan kami semua yang memperjuangkan kebebasan berekspresi," kata Cassidy, salah satu cabang PEN Sydney.

Presiden PEN Melbourne Arnold Zable mengatakan, "Liu Xiaobo adalah seorang pria dengan keberanian luar biasa, yang terus membayar mahal untuk melanjutkan komitmennya pada kebebasan berekspresi dan menulis."

Panel PEN Sydney terdiri antara lain penulis peraih penghargaan Nobel, Geraldine Brooks, peraih Nobel sastra J.M. Coetzee, peraih pengharaan Booker Winner Tom Keneally dan penulis drama ternama Australia David Williamson.

Pihaknya menggambarkan misinya sebagai "kampanye untuk para penulis di kawasan Asia dan Pasifik yang telah dibisukan dengan hukuman dan penjara, dan mempromosikan karya tulis dalam berbagai bentuk".

China sangat marah dengan penghargaan Nobel Liu, dan menyebut hal itu sebagai "penghinaan" serta telah memanggil duta besar Norwegia untuk memberikan peringatan bahwa hal itu dapat mengganggu hubungan kedua negara.

Liu telah mendedikasikan penghargaannya kepada para korban pembantaian di Lapangan Tiananmen pada 1989, sementara itu istrinya Liu Xia saat ini berada dalam tahanan rumah.(*)