UMK Mataram menunggu usulan UMP NTB, namun kemungkinanya tetap

id UMK,mataram,UMP,UMK Mataram,UMK Mataram kemungkinan tetap

UMK Mataram menunggu usulan UMP NTB, namun kemungkinanya tetap

Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram Hariadi. (Foto: ANTARA/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Mataram menyebutkan, penetapan upah minimum kota (UMK) untuk tahun 2021, masih menunggu usulan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebagai bahan rujukan, namun kemungkinannya tetap seperti tahun 2020 ini.

"UMP NTB, akan menjadi rujukan kita untuk menaikkan UMK atau tidak. Kalau UMP naik, maka UMK harus berada di atas nilai UMP. Insya Allah, awal November bisa kita tentukan," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Mataram Hariadi di Mataram, Senin.

Namun demikian, lanjutnya, dari hasil rapat awal dengan Dewan Pengupahan, Asosiasi Pengusaha Pribumi Indonesia (Asprindo), maupun serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Mataram, sepertinya peluang untuk menaikan UMK tahun 2021 sangat berat.

"Dengan melihat kondisi perekonomian saat ini, sinyalnya kemungkinan besaran UMK Mataram 2021 sama dengan UMK tahun ini yakni Rp2.184.485," katanya.

Namun demikian, untuk hal itu akan dilakukan pembahasan lebih lanjut pada awal November 2020, dan dalam pembahasan selanjutnya, berbagai masukan dan standar kenaikan UMK, kembali menjadi pertimbangan tim.

Standar yang dimaksudkan antara lain, kebutuhan layak hidup (KHL), inflasi nasional, produk domestik bruto dan nilai pertumbuhan ekonomi nasional.

"Laju tingkat inflasi dan tingkat ekonomi masyarakat sebagai bahan kajian kenaikan UMK 2021, kami meminta di BPS," katanya.

Di sisi lain, Hariadi mengatakan, pembahasan UMK harus tetap dilakukan karena dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan masih tetap ada pasal di dalamnya yang menyebutkan aturan penetapan UMK.

Namun demikian, lanjutnya, selama ini meskipun UMK telah ditetapkan tapi masih ada juga perusahaan terutama usaha kecil mikro (UKM) yang memberikan upah dengan sistem kesepakatan dengan karyawan.

"Meskipun itu tidak dibenarkan, tapi kita juga tidak bisa melarang karena mereka saling membutuhkan dan yang jelas ada kesepakatan," katanya.