MIGRANT INSTITUTE: ASURANSI TKI PERKAYA PIHAK TERTENTU

id



Jakarta (ANTARA) - Migrant Institute, lembaga swadaya masyarakat yang berpusat di Hong Kong, menengarai pelaksanaan sistem asuransi bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dikuasai konsorsium hanya memperkaya pihak tertentu karena kenyataannya banyak TKI tidak mendapatkan apa-apa dari premi yang mereka setorkan.

"Tenaga kerja kita yang mendapat masalah di luar negeri, ternyata tidak terlindungi dengan asuransi ini," kata Ketua Desk Monitoring `Migrant Institute` Ahmad Qodrat saat berkunjung ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta (22/12).

Bahkan, lanjut Qodrat, aturan yang menyatakan polis asuransi semestinya dipegang TKI, calon TKI, atau ahli waris yang sah itu tidak pernah ada realisasinya. Calon TKI atau TKI tidak pernah tahu bagaimana bentuk dari polis asuransi itu.

"Sebagian besar TKI tidak memahami hak yang semestinya mereka terima karena informasi ini dimonopoli oleh para calo dan sponsornya," katanya.

Ia mengatakan, konsorsium yang ditunjuk langsung oleh Kementerian

Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mengandung banyak masalah, selain tidak memiliki izin operasi di luar negeri juga memiliki rekam jejak yang buruk yakni tidak membayar klaim yang diajukan TKI.

"Perusahaan asuransi selalu berkelit untuk memberikan santunan kepada TKI yang mengalami masalah di luar negeri. TKI yang sakit, misalnya, hanya bisa mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi yang ada di luar negeri yang polisnya dibeli oleh majikannya," katanya.

Sementara itu, Komisioner KPPU Didik Akhmadi menyatakan, pihaknya telah melakukan kajian terhadap pelaksanaan sistem asuransi bagi TKI.

Didik mengakui dalam kajian itu ditemukan praktik monopoli, hanya saja monopoli itu timbul akibat kebijakan Menakertrans yang saat itu dijabat Erman Soeparno.

"Karena ini produk kebijakan maka dari kajian itu kita berikan saran kepada pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan itu," katanya.

Menurut Didik, pemerintah mungkin berasumsi tidak ada masalah dengan asuransi TKI karena telah dipegang konsorsium, padahal kenyataan di lapangan banyak TKI yang tidak bisa menikmati jasa asuransi yang mereka bayar dengan cara potong gaji.

Ia mengatakan persoalan asuransi TKI baru masuk ranah sengketa persaingan usaha ketika ada perusahaan asuransi lain yang merasa dirugikan oleh konsorsium.

"Saya pribadi belum tahu apakah ada pihak asuransi lain yang merasa dirugikan. Yang kita tahu ada praktik monopoli akibat produk kebijakan," katanya. (*)