PEDAGANG DAGING BABI AJUKAN UJI MATERI UU PETERNAKAN
Jakarta (ANTARA) - Pedagang daging babi dan daging anjing mengajukan permohonan uji materi pasal 58 ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemohon tidak bisa mengedarkan dagangannya karena wajib menyertakan sertifikat halal," kata Kuasa Hukum Pemohon, Agus Prabowo, dalam sidang di MK Jakarta, Selasa.
Pasal 58 ayat (4) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan berbunyi: "Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal".
Para pemohon UU ini adalah Deni Junaedi sebagai pedagang telur, I Griawan sebagai pedagang daging babi, Netty Retta Herawaty Hutabarat sebagai pedagang daging anjing dan Bagus Putu Matra sebagai pedagang daging babi.
Menurut Agus, pemohon II, III dan IV akan kesulitan mengedarkan dagangannya jika harus menyertakan sertifikat halal.
Sementara untuk pemohon I, lanjutnya, jika harus menyertakan sertifikat veterner pada setiap butir telurnya berapa biaya yang harus dikeluarkan.
"Pasal 58 ayat (4) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan ini bertentangan dengan pasal 27 dan 28 UUD 1945," tegas Agus.
Pemohon juga menambahkan seandainya ketentuan tersebut tidak punya kekuatan hukum yang mengikat maka para pemohon dapat meningkatkan hidupnya yang layak.
Sidang uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan ini dipimpin Majelis Hakim Muhammad Alim didampingi anggota Maria Farida Indriati dan Ahmad Fadlil Sumadi.
Fadlil Sumadi menanggapi permohonan pemohon yang menyatakan pertentangan dengan UUD belum cukup dijelaskan melalui argumentasi, rasional, yuridis dan teori-teori hukum.
"Bagaimana bertentangan, tadi (permohonan) hanya bersifat praktis, sebaiknya ada berdasarkan argumentasi, rasional, yuridis dan teori-teori hukum belum dibangun, kalau strukturnya udah Ok," kata Fadlil Sumadi.
Hakim Maria Farida mengatakan permohonan juga perlu mengungkapkan adanya keragaman atas bangsa Indonesia dan kemajemukan serta mempertimbangkan berbagai hukum yang ada, termasuk hukum Islam.
Mendengar saran hakim tersebut, Agus menjawab bahwa permohonan ini tidak menekan pada pada UU, tetapi pengedaran di wilayah Indonesia.
Kuasa hukum pemohon ini juga berjanji akan menyempurnakan permohonannya dalam waktu 14 hari.
"Kami akan sempurnakan permohonan dengan mempertimbangkan saran dari majelis hakim," tegas Agus. (*)