Kajati NTB sayangkan tersangka jagung mengembalikan kerugian ke itjen

id kajati ntb,pengembalian kerugian,korupsi jagung,itjen kementan

Kajati NTB sayangkan tersangka jagung mengembalikan kerugian ke itjen

Kajati NTB Tomo Sitepu (kiri) didampingi Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Tomo Sitepu menyayangkan langkah tersangka yang mengembalikan kerugian negara kasus korupsi jagung di tahap penyidikan ini langsung ke Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian RI.

"Kenapa setelah kita penyidikan, mereka baru kembalikan ke sana (Itjen Kementan RI). Itu bukan pengembalian namanya," kata Tomo Sitepu di Mataram, Senin.

Seharusnya, kata dia, pengembalian dilakukan ketika temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI itu masih berada dibawah penyelesaian Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dalam hal ini Itjen Kementan RI.

Pada tingkat APIP, jelasnya, ada batas waktu yang diberikan kepada para pihak untuk menyelesaikan kerugian yang muncul sebelum akhirnya masuk ke ranah hukum.

"Pengembalian kerugian negara dalam konteks undang-undang harus dalam jangka waktu yang ditentukan. Menurut aturan, enam bulan setelah munculnya temuan," ujarnya jaksa yang pernah menjabat Aspidsus Kejati DKI Jakarta itu.

Karenanya, apabila konteks pengembalian sudah berada di tahap penyidikan, tersangka seharusnya menitipkannya ke jaksa. 

"Kalau mereka mau fair, serahkan sama kita," ucap Tomo.

Dalam penyidikan kasus ini, Kejati NTB telah menetapkan empat tersangka. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang menjabat Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) NTB Husnul Fauzi, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial IWW, dan dua direktur pelaksana  proyek, berinisial LIH dan AP.

Dari hasil penyidikan yang dilakukan sejak Oktober 2020 lalu, penyidik memastikan bahwa perbuatan para pelaku telah menyebabkan munculnya kerugian negara yang cukup besar.

Meskipun statusnya masih menunggu hasil audit resmi dari ahli penghitungan kerugian negara. Namun dari hasil hitungan mandiri penyidik, telah ditemukan nilai kerugian yang nilainya mencapai Rp15,45 miliar.

Angka Rp15,45 miliar itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam. Munculnya angka tersebut dari pengadaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek atau penyedia benih.

Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. WBS muncul angka Rp7 miliar. Kemudian dari PT. SAM Rp8,45 miliar.

Karena itu ke empat tersangka terancam Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budidaya jagung skala nasional Ditjen Tanaman Pangan Kementan RI.

Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare.

Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB dengan anggaran mencapai Rp48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar.

Giat penyaluran dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama dengan anggaran Rp17,256 miliar, PT. SAM menyalurkan benih jagung ke petani sebanyak 480 ton. Untuk tahap kedua dengan nilai pengadaan Rp31 miliar, PT. WBS menyalurkan 849 ton benih jagung.

Namun dalam prosesnya, muncul temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB terkait 190 ton benih jagung yang dikabarkan tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan. Ada yang rusak sehingga dikembalikan oleh kelompok tani.

Munculnya temuan itu sebelumnya menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.