Program zero waste tak berikan dampak terhadap penanganan sampah NTB

id NTB,DPRD NTB,Program Zero Waste,Program Bebas Sampah

Program zero waste tak berikan dampak terhadap penanganan sampah NTB

Anggota Komisi II DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Made Slamet. (ANTARA/Nur Imansyah).

Mataram (ANTARA) - Anggota Komisi II DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Made Slamet menilai program zero waste atau bebas sampah yang digaungkan pemerintah provinsi masih sebatas khayalan semata, pasalnya implikasi dari keberadaan program unggulan itu, belum dirasakan dampaknya oleh masyarakat.

"Bagaimana sampah bisa nol alias enggak ada, contoh sampah di rumah saya saja di Mataram sudah dua minggu ini enggak terambil oleh petugasnya," ujarnya di Mataram, Jumat (26/2).

Menurut Made, hampir seluruh masyarakat di wilayah Kota Mataram sebagai daerah pemilihannya mengeluhkan masalah sampah yang tidak terangkut. Apalagi, keberadaan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) juga tidak ada.

Oleh karena itu, politisi PDIP itu mengatensi gagasan Pemprov yang menginisiasi adanya program zero waste sebagai solusi mengatasi persoalan sampah.

Namun sayangnya, program itu tidak disambut dengan baik oleh pemda kabupaten/kota di NTB. Padahal, dana APBD NTB untuk membiayai program ini sangat besar. Yakni, Rp31,40 miliar pada tahun 2020.

"Jadi, masalah zero waste yang utama itu adalah soal koordinasi yang enggak nyambung antara Pemprov dan para bupati/wali kota yang memiliki rakyat dan kewilayahannya. Kalau nyambung dan jelas pembagian perannya, maka enggak akan kayak sekarang ini," tegas Made.

Ia meminta pola yang dilakukan Pemprov Bali dengan menggandeng pemda kabupaten/kota guna mengatasi limbah plastik, layak ditiru. Sebab, meski NTB memiliki Pergub yang mengatur soal sampah melalui program zero waste, namun di lapangan justru, tidak berjalan sesuai harapan.

"Semangat memilah sampah itu enggak penting jika tupoksi utama provinsi sebagai koordinator masalah sampah enggak dilakukan. Harusnya, mulai tegaslah, kayak di Bali enggak boleh lagi pasar modern menyiapkan tas plastik. Nah, ini solusi sebenarnya sebagai contoh yang dibutuhkan sebagai koordinator, sehingga kabupaten/kota juga akan ikut melaksanakan ketegasannya melarang penggunaan tas plastik," jelas Made.

Tanpa membela Gubernur dan Wagub. Ia menuturkan, sudah seharusnya kepala daerah melakukan evaluasi pada jajaran OPD yang mengelola sampah itu.

Sebab, letak tidak jalannya program bagus yang di inisiasi seorang kepala daerah adalah tidak maksimalknya OPD terkait dalam menterjemahkan masksud dari apa yang dikehendaki oleh pimpinannya.

"Saya kira zero waste itu bagus gagasan dan semangatnya. Tapi memang OPD pelaksananya yang enggak maksimal. Akibatnya, rencana Pak Gubernur dan bu Wagub menjadi enggak jalan. Jadi, kalau saya usulkan agar program ini jalan, maka Kepala OPD, yakni Dinas LHK harus dievaluasi dari Kepala Dinas hingga Kabid serta staf yang melaksanakan programnya," ungkap Made.

Terkait evaluasi pada jajaran OPD LHK NTB. Made menegaskan, hal itu harus dilakukan, lantaran kepala OPD yang bersangkutan sudah terlalu lama memegang jabatan itu. Akibatnya, ada rasa kebosanan terhadap jabatannya yang disandangnya tersebut.

Padahal, lanjut dia, program zero waste ini tidak bisa hanya mengandalkan sebuah aplikasi bernama Lestari. Namun yang harus diperbanyak adalah turun melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pemda kabupaten/kota hingga pemerintahan paling bawah, yakni lurah dan kepala desa.

"Harusnya, Kepala Dinas LHK paham. Karena zero waste ini adalah program unggulan, maka enggak boleh mereka bersantai-santai di ruangan. Apalagi, dana APBD juga cukup besar tersedot untuk membiayainya keberlangsungan programnya selama ini," katanya.