Mantan Kadis Perkim Kota Bima dituntut 5,5 tahun penjara

id tuntutan korupsi,korupsi relokasi,perkim bima,sidang tuntutan,pengadilan mataram

Mantan Kadis Perkim Kota Bima dituntut 5,5 tahun penjara

Dua terdakwa perkara korupsi pengadaan tanah untuk relokasi rumah korban banjir di tahun 2017 ketika duduk di kursi pesakitan dalam sidang tuntutannya di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa (9/3/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Bima Hamdan dituntut selama lima tahun dan enam bulan penjara dalam perkara korupsi pengadaan tanah untuk relokasi rumah korban banjir di tahun 2017.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Mataram yang diwakilkan Fajar Alamsyah Malo mengajukan tuntutan pidana tersebut dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa.

"Terdakwa selaku kuasa pengguna anggaran dan ketua pengadaan tanah terbukti menyalahgunakan kewenangannya sehingga memperkaya orang lain sebesar Rp1,638 miliar," kata Fajar.

Dalam sidang tuntutannya yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Ketut Sumanasa, Hamdan turut dibebankn pidana denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.

Meskipun ada kerugian negara yang muncul dalam kasus ini, namun JPU tidak membebankan Hamdan membayar ganti rugi karena dari fakta persidangan tidak terdapat fakta hukum yang menyatakan terdakwa turut menerima uang pembayaran pengadaan tanah tersebut.

Tuntutan itu diajukan dengan pertimbangan bahwa Hamdan membayar pengadaan tanah untuk kebutuhan kepentingan umum tanpa mengikuti aturan pembelian tanah seluas 4,29 hektare di Sambinae, Kota Bima pada tahun 2017.

"Dalam rapat yang hanya dihadiri saudara Usman, disepakati bahwa harga tanah sebesar Rp11,5 juta per are. Dalam rapat itu terdakwa Hamdan tidak mengundang seluruh pemilik tanah yang berjumlah 10 orang," ujarnya.

Kemudian untuk terdakwa dua, Usman yang menjadi makelar sekaligus salah satu pemilik lahan dituntut pidana selama lima tahun dan enam bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.

Selain pidana, terdakwa Usman juga dibebankan untuk membayar seluruh kerugian negara  yang muncul, senilai Rp1,638 miliar.

"Jadi tidak ada yang mengalir ke orang lain tidak juga ke terdakwa Hamdan, utuh dinikmati oleh terdakwa Usman," kata Fajar.

Dengan alasan itu, JPU membebani terdakwa Usman membayar seluruh kerugian negaranya. Bahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Provinsi NTB telah menyatakan, nilai Rp1,638 miliar tersebut menjadi kerugian negara dalam perkara ini.

"Apabila tidak dibayar maka harta bendanya dilelang. Apabila terdakwa tidak punya harta benda untuk mengganti kerugian negara, maka terdakwa wajib menggantinya dengan penjara selama dua tahun," ucapnya.

Usai mendengar tuntutannya dibacakan, Majelis Hakim mempersilahkan kedua terdakwa untuk menyampaikan nota pembelaan dalam sidang lanjutan yang digelar pada pekan depan, Kamis (18/3).