PT SAM mengklaim kerugian proyek jagung Rp7,5 miliar sudah lunas terbayar

id kejati ntb,korupsi jagung,pt sam,kerugian negara

PT SAM mengklaim kerugian proyek jagung Rp7,5 miliar sudah lunas terbayar

Petugas kejaksaan mengawal tersangka AP (kanan), Direktur PT. SAM yang menjadi tersangka korupsi pengadaan benih jagung di NTB pada tahun 2017, ketika hendak menjalani isolasi mandiri COVID-19 di Hotel Fizz, Mataram, Rabu (28/4/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Direktur PT. Sinta Agro Mandiri (SAM) yang menjadi tersangka korupsi pengadaan benih jagung di Nusa Tenggara Barat, melalui kuasa hukumnya, Emil Siain mengklaim bahwa kerugian senilai Rp7,5 miliar telah lunas terbayar.

Emil Siain untuk kuasa hukum tersangka berinisial AP di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa bukti pelunasan kerugian yang muncul berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tersebut telah disampaikan ke pihak kejaksaan.

"Jadi itu (kerugian temuan BPK RI) sudah dikembalikan semua. Bukti pelunasannya itu juga sudah diserahkan ke jaksa," kata Emil mewakili kliennya berinisial AP di Mataram, Kamis.

Bukti pelunasannya, kata dia, diserahkan langsung oleh Inspektorat Jenderal Pertanian berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP).

"Penyerahan bukti pelunasan itu keluar Maret 2021. Terus pelunasannya (kerugian), 9 Februari 2021," ujar dia.

Bukti pelunasannya juga dikatakan Emil telah sampai ke meja BPK RI. Bahkan BPK RI, lanjut dia, sudah menyatakan uang ganti rugi itu masuk dalam kas negara.

Dalam proyek pengadaan di tahun 2017 tersebut, BPK RI menemukan kerugian negara senilai Rp10,5 miliar. Nilainya muncul dari proyek pengadaan oleh dua rekanan pelaksana.

Dari PT. SAM, nilai kerugian yang muncul mencapai Rp7,5 miliar. Sedangkan kerugian dari PT. Wahana Banu Sejahtera (WBS), mencapai Rp3 miliar.

Namun demikian, temuan BPK RI tersebut bukan menjadi dasar Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dalam menangani kasus korupsinya.

"Dasar kita dalam penanganan kasus korupsi ini adalah hasil audit investigasi penyidik yang nilainya mencapai Rp15,45 miliar. Jadi bukan temuan BPK RI yang diteruskan ke Itjen Pertanian itu," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan.

Munculnya angka tersebut, jelas Dedi, berdasarkan jumlah kuota pengadaan kedua rekanan. Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. WBS muncul angka Rp7 miliar. Sedangkan dari PT. SAM Rp8,45 miliar.

Dari hasil penyidikan sejak Oktober 2020 lalu, penyidik kejaksaan telah mengindikasikan bahwa munculnya kerugian negara yang cukup besar itu diduga akibat ulah para tersangka.

Kemudian terkait dengan adanya penyerahan bukti pelunasan kerugian negara PT. SAM melalui Itjen Pertanian, Dedi menegaskan pihaknya belum ada menerima apa pun.

"Dokumen apa pun yang secara resmi menyatakan ada pelunasan itu, belum ada kita terima sampai saat ini. Saya sudah konfirmasi langsung ke Aspidsus Kejati NTB," ujarnya.

Kalau pun ada pelunasan, pihaknya berharap kepada pihak terkait untuk menitipkannya ke penyidik Kejati NTB.

"Karena sudah masuk penyidikan kami, bukan lagi ranah penyelesaian di tingkat APIP (aparat pengawasan intern pemerintah), jadi kalau ada pengembalian ganti rugi, titipnya ke kami, bukan ke itjen lagi atau pun lainnya," ucap Dedi.

Dalam penanganan perkara ini, pihak kejaksaan telah mengungkap peran AP sebagai tersangka bersama tiga orang lainya. Penetapan tersangka terlaksana pada 9 Februari 2021.

Namun tiga dari empat tersangka lainnya sudah menjalani pemeriksaan dan juga penahanan sejak Senin (12/4) lalu, di Rutan Polda NTB.

Mereka yang ditahan dengan status tahanan titipan jaksa adalah Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek.

Kemudian IWW, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017 dan juga LIH direktur pelaksana proyek dari PT. Wahana Banu Sejahtera (WBS).

Sebagai tersangka, mereka berempat disangkakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.