Hakim di Mataram gelar sidang pencucian uang hasil tipu investor

id sidang perdana,perkara tppu,tipu gelap,pengadilan mataram

Hakim di Mataram gelar sidang pencucian uang hasil tipu investor

Terdakwa perkara TPPU hasil tipu investor, Zaenudin duduk di kursi pesakitan mendengarkan pembacaan dakwaannya dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (3/6/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menggelar sidang perdana perkara pencucian uang hasil penipuan dan penggelapan terhadap seorang investor untuk kawasan wisata di Pulau Lombok, Kamis.

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan baru milik terdakwa Zaenudin ini dipimpin hakim ketua R Hendral bersama anggotanya, Tenny Erma Suryathi dan Catur Bayu Sulistiyo.

Jaksa penuntut umum dari Kejati NTB Feddy Hantyo Nugroho dalam dakwaannya ke hadapan majelis hakim menyampaikan bahwa terdakwa telah mengalihkan uang hasil tindak pidana pokok penipuan dan penggelapan terhadap korban menjadi bagian dari harta kekayaannya.

"Bahwa Terdakwa Zaenudin dengan menggunakan rekening tabungan pribadinya telah mengalihkan harta kekayaannya yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana sebagaimana di maksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkannya menjadi aset pribadi," kata Feddy.

Dalam uraian dakwaannya, Zaenudin menyamarkan harta hasil penipuan saham investasi untuk kawasan wisata sebesar Rp18 miliar. Uang itu dipergunakan untuk membeli aset pribadinya berupa tanah, kendaraan roda empat, rumah, dan kegiatan partai.

Awalnya Zaenudin menawarkan penjualan tanah pada tahun 2011 kepada Andre Setiady Karyadi, pihak pelapor. Kemudian muncul kesepakatan senilai Rp45,39 miliar, sesuai perjanjian tertulis pada 12 Februari 2014.

Pelapor yang merupakan "nominee" (pinjam nama) dari penyandang dana asal Amerika bernama Steven kemudian sepakat dengan harga Rp18,39 miliar.

Setoran awal senilai Rp16,7 miliar kemudian dikirim Andre kepada Zaenudin. Sisanya Rp1,69 miliar bakal dilunasi setelah semua sertifikat tanah dibalik nama. Namun hasilnya, hanya tiga sertifikat hak milik (SHM) sukses balik nama.

Muncul masalah untuk tanah seluas 4 hektare di Pandanan, Kabupaten Lombok Barat yang diketahui masih tertera milik PT GWS seluas 5,5 hektare. Plang tanda kepemilikan tanah PT GWS itu sebelumnya dicabut terdakwa untuk meyakinkan Andre.

Tetapi, terdakwa terus mengelak ketika dimintai sertifikat tanah tersebut. Nyatanya tanah itu memang milik orang lain, sehingga Andre meminta pembatalan perjanjian jual beli. Andre pun meminta pengembalian pembayaran yang diserahkan sebelumnya.

Namun, terdakwa tidak mampu mengembalikan uang tersebut karena sudah habis untuk dibelikan tanah. Zaenudin lalu menawarkan penggantian tanah seluas 4 hektare. Tanah itu kemudian terungkap bukan milik terdakwa, melainkan milik orang lain.

Terkait dengan aset pribadi Zaenudin yang diduga hasil tipu gelap tersebut, lanjutnya, telah disita dan menjadi alat bukti dalam kelengkapan dakwaan perkara.

Karenanya, jaksa penuntut umum dalam dakwaan menyatakan perbuatan Zaenudin telah melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8/2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Usai mendengar dakwaannya, Zaenudin melalui penasihat hukumnya, Iskandar, menyatakan untuk mengajukan eksepsi (nota keberatan).

Majelis hakim kemudian menanggapinya dengan menetapkan agar sidang dilanjutkan pada pekan depan, Kamis (10/6), dengan agenda penyampaian materi eksepsinya.