Mataram (ANTARA) - Kepala Lapas Perempuan Kelas III Mataram, Nusa Tenggara Barat, Dewi Andriani, mengatakan 80 persen warga binaan yang menghuni tempat itu terlibat karena kasus narkoba.
"Dari total 140 warga binaan di Lapas Perempuan Mataram, 80 persen itu didominasi kasus narkoba. Sedangkan 20 persen lainnya, mereka yang tersandung dengan kasus penipuan dan pembunuhan serta lainnya," ujar Dewi Andriani di Mataram, Kamis.
Ia menjelaskan, saat ini jumlah warga binaan di Lapas Perempuan Mataram berjumlah 136 orang. Kemudian 4 orang lainnya masih berada dalam tahanan Polres Mataram.
"Untuk empat orang yang masih ada di Polres ini, mereka tanggungj awab kita," ucap Kalapas.
Menurut Dewi, dari jumlah 140 warga binaannya, rata-rata berusia cukup muda. Terutama, mereka yang tersandung masalah kasus narkoba. Bahkan, sambungnya, adapula yang berusia 57 tahun. "Usia mereka ini rata-rata 20 sampai dengan 40 tahun," ucap dia.
Kalapas menjelaskan, daya tampung di Lapas Perempuan Mataram berkapasitas 370 orang. Artinya, kapasitas terbilang longgar. Sebagai upaya antisipasi dan pengecekan terhadap para napi, pihaknya juga bekerja sama dengan BNNP NTB.
"Kalau sekarang terbilang longgar, karena hanya ada 140 orang saja. Kita juga minta BNN melakukan tes urine setiap satu bulan sekali," ungkap Dewi Andriani didampingi Kasubsi Admisi dan Orientasi, Lalu Syamsul.
Ia menambahkan, sebagai upaya dalam melakukan pelatihan terhadap warga binaan, pihak Lapas Perempuan Mataram juga memiliki dua program. Pertama adalah program kemandirian. Kedua yaitu program kerohanian. Untuk kerohanian pihaknya bekerja sama dengan Yayasan Aisiyah.
Dimana para warga binaan diajak belajar mengaji, shalat, yasinan hingga dzikir bahkan melakukan pengajian rutin. "Di sinilah kesempatan mereka beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan hasilnya cukup baik," ucapnya.
Sementara untuk program kemandirian, Dewi menjelaskan lebih pada pelatihan peningkatan/mengasah skill untuk berkreativitas. Ada beberapa hal yang menjadi fokus pada program ini, disebutkannya, seperti pelatihan tata boga, tenun dan kerajinan mengolah kerang.
Kemudian ada pula pelatihan menjahit, menyulam atau merajut. Hasilnya cukup bagus, terutama dalam pembuatan masker. Hanya saja, beberapa pelatihan tidak terlaksana maksimal. Ini akibat faktor situasi dan kondisi pandemi COVID19, sehingga dilakukan pembatasan kegiatan.
"Memang semenjak COVID19 ada beberapa kegiatan yang tidak maksimal karena kita batasi," kata Dewi.
Lebih jauh disampaikan Kalapas, dengan adanya pembinaan terhadap mereka, diharapkan ke depannya para napi bisa lebih mandiri dan lebih baik.
"Kita harap, nanti setelah mereka keluar (bebas) dan berkumpul bersama keluarga bisa lebih baik dan mandiri. Mereka bisa menerapkan ilmu yang didapat nya selama di sini dan kita harap juga mereka tidak mengulangi kesalahan dulu serta bisa berubah menjadi orang yang jauh lebih baik ke depannya," tutur dia.
Berita Terkait
Tingkatkan layanan, Kemenkumham NTB siap bangun lapas di Sumbawa Barat
Jumat, 29 Maret 2024 14:47
Sebanyak 2.764 tenaga honor di Bima terima SK PPPK
Jumat, 29 Maret 2024 12:34
Pelaku UMKM di Lombok mendapat gerobak dari PLN
Jumat, 29 Maret 2024 4:49
Pimpinan parpol di NTB menggelar pertemuan bahas persiapan 11 pilkada
Jumat, 29 Maret 2024 4:46
Pemprov NTB memastikan pencairan THR untuk ASN sudah bisa dilakukan
Jumat, 29 Maret 2024 4:45
OJK NTB edukasi pemuda terkait keuangan syariah
Kamis, 28 Maret 2024 20:50
OJK NTB edukasi pemuda di Lombok Timur tentang keuangan syariah
Kamis, 28 Maret 2024 19:11
Karantina NTB pastikan tiga ton manggis Lombok siap ekspor ke Tiongkok
Kamis, 28 Maret 2024 19:02