MASYARAKAT NTB PERTANYAKAN PENGUASAAN AREAL HUTAN LINDUNG

id

     Mataram, 21/7 (ANTARA) - Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Anti Korupsi Rakyat Nusa Tenggara Barat, mempertanyakan penguasaan areal hutan lindung di Tanjah Anjah, Desa Sekaroh, Kecamatan Jarowaru, Kabupaten Lombok Timur, oleh investor dari luar daerah yang diduga ditunggangi warga asing.

     Koordinator Koalisi Anti Korupsi (Krak) Rakyat Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Fihiruddin, di Mataram, Kamis, mengatakan, penguasaan areal seluas 22 hektare di kawasan hutan lindung Tanjah Anjah, Sekaro, itu sarat masalah.

     "Diduga ada permainan dengan oknum Badan Pertanahan Nasional Lombok Timur sehingga Masda Lois Sipahutar bisa mengantongi sertifikat hak milik atas tanah di kawasan hutan lindung itu, karena jelas-jelas kawasan hutan lindung berada dalam penguasaan negara," ujarnya.

     Fihiruddin mengacu kepada Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor: 598/Menhut-II/2009, tentang Pengelolaan Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan di Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), tertanggal 2 Oktober 2009.

     SK Menhut itu yang mengatur tentang pengelolaan kawasan hutan dan konservasi perairan di wilayah NTB itu, antara lain melarang kepemilikan lahan di kawasan hutan lindung.

     "Bagaimana bisa, investor datang dan menguasai lahan di kawasan hutan lindung dan memiliki sertifikat hak milik. Ini sarat pertanyaan dan berindikasi pelanggaran hukum sehingga patut ditindaklanjuti pihak berwajib," ujarnya.

     Fihirudin mengaku telah menginvestigasi areal itu bersama rekan-rekannya, sehingga memastikan areal tersebut merupakan kawasan hutan yang semestinya hanya bisa dikuasai oleh negara.  

     Dengan penguasaan areal di kawasan hutan lindung Tanjah Anjah atau sebagian dari hutan lindung Sekaro itu, kata Fihiruddin, maka dipastikan terjadi pengalihan fungsi hutan lindung, yang tentunya bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

     Selain itu, penguasaan areal hutan lindung itu makin sarat masalah ketika investor lainnya yakni pengelola PT Blue Ocean, hendak mengembangkan kawasan wisata di Gili (pulau Kecil) Sunut, yang tengah dihuni oleh 160 Kepala Keluarga (KK).

     Investor Blue Ocean yang didukung Bupati Lombok Timur H.M. Sukiman Azmy menyanggupi relokasi penghuni Gili Sunut itu, ke tanah kosong yang diarahkan bupati, yang ternyata merupakan bagian dari 22 hektare lahan yang dikuasai oleh investor Masda Lois Sipahutar itu.

     Lois Sipahutar diperistri oleh Alfred asal Belanda, yang dikabarkan hanya menggunakan visa kunjungan wisata ke wilayah NTB.

     Atas kehendak Bupati Lombok Timur, terbangunlah 80 unit rumah di areal bersertifikat hak milik atas nama Lois Sipahutar itu, namun kemudian dirobohkan oleh kelompok masyarakat pendukung investor itu.

     Bahkan, Lois melalui penasehat hukumnya menggugat Bupati Lombok Timur di Pengadilan Negeri Selong Lombok Timur, dan kini perkara penggeregahan tanah itu sedang bergulir di persidangan.

     Dengan demikian, dimata Kark, terdapat dua pihak yang mengalihfungsikan kawasan hutan lindung Tanjah Anjah, Sekaro, itu, yakni investor yang didukung BPN Lombok Timur dan Bupati Lombok Timur.

     "Karena itu, kami akan segera melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dalam praktik alih fungsi lahan itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada dugaan suap dalam pengembangan kawasan wisata Gili Sunut dan proses sertifikasi areal kawasan hutan lindung Tanjah Anjah, Sekaro," ujarnya.

     Fihiruddin dan rekan-rekannya juga meminta aparat penegak hukum untuk menelusuri kejelasan sertifikat hak milik atas areal kawasan hutan lindung itu.

     "Kami juga meminta PN Selong Lombok Timur menghentikan proses hukum kasus gugatan yang dilancarkan investor yang menguasai areal hutan lindung itu, karena substansi masalahnya cukup jelas yakni pengalihan kawasan hutan lindung untuk kepentingan pribadi atau kelompok," ujarnya.

     Hingga berita ini disiarkan, Lois Sipahutar yang dihubungi melalui telepon selularnya belum bersedia dikonfirmasi. (*)