Kasus dugaan korupsi pengelolaan aset Gili Trawangan naik penyidikan

id aset pemprov ntb,aset trawangan,gili trawangan,penyidikan korupsi

Kasus dugaan korupsi pengelolaan aset Gili Trawangan naik penyidikan

Arsip-Suasana kawasan wisata Gili Trawangan sebelum musibah gempa bumi dengan magnitudo 7 skala Richter pada 5 Agustus 2018 yang mengakibatkan robohnya dermaga kapal yang berada di pesisir pantai Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Penanganan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan aset milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berada di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, kini telah resmi naik ke tahap penyidikan jaksa.

Juru Bicara Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Supardin di Mataram, Kamis, mengonfirmasi perihal peningkatan penanganan kasus dugaan korupsi tersebut berdasarkan terbitnya Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati NTB Nomor: Print 02/N.2/Fd.1/02/2022, tanggal 09 Februari 2022.

"Sekarang penanganannya di bawah kendali tim penyidik pidana khusus," kata Supardin.

Dasar pertimbangan Kejati NTB meningkatkan perkara tersebut naik ke tahap penyidikan dilihat dari hasil gelar perkara. Supardin meyakinkan bahwa sudah ada temuan perihal unsur pidana yang mengarah pada perbuatan tindak pidana korupsi.

"Jadi tinggal pemenuhan alat bukti saja," ujarnya.

Dalam upaya tersebut, penyidik mengagendakan pemeriksaan saksi, ahli, maupun pengumpulan bukti dokumen terkait.

"Termasuk orang-orang yang berada dalam kawasan itu (aset Pemprov NTB) masuk agenda pemeriksaan, nanti akan dipanggil," ucap dia.

Penanganan kasus yang berasal dari laporan masyarakat ini mengarah pada dugaan pungutan liar (pungli) perihal pemanfaatan hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemprov NTB yang menjadi kesepakatan dalam kontrak produksi dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI). Luas lahan tersebut mencapai 65 hektare.

Dalam periode itu, muncul dugaan adanya sejumlah pihak yang mengambil keuntungan pribadi. Dugaan itu berkaitan dengan adanya sewa lahan secara masif dan ilegal.

Persoalan itu diduga muncul sejak tahun 1998, ketika PT GTI mengantongi kesepakatan kontrak produksi dari Pemprov NTB terkait pemanfaatan lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan.

Namun pada kondisinya yang ada saat ini, di areal seluas 65 hektare tersebut terdapat bangunan permanen yang sebagian besar menjadi ladang bisnis masyarakat penunjang pariwisata.

Keberadaan ini pun sebelumnya sudah dikantongi pihak kejaksaan ketika menerima amanah sebagai jaksa pengacara negara (JPN) dari Pemprov NTB untuk menyelamatkan aset di kawasan wisata yang prediksinya mampu mendongkrak pendapatan asli daerah hingga triliunan rupiah.