JPU dakwa pelaksana proyek dermaga Gili Air rugikan negara Rp782 juta

id sidang korupsi,pengadilan mataram,dermaga gili air,kerugian negara

JPU dakwa pelaksana proyek dermaga Gili Air rugikan negara Rp782 juta

Direktur PT Gelora Megah Sejahtera, Suwandi (ketiga kiri) bersama dengan penerima kuasa Direktur PT Gelora Megah Sejahtera, Edi S. A. Rahman (kedua kanan), duduk di kursi pesakitan mengikuti sidang perdana korupsi proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air pada Dishublutkan Lombok Utara, Tahun Anggaran 2017, di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Kamis (10/2/2022). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa dua orang yang berada dalam posisi sebagai pelaksana proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air pada Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan (Dishublutkan) Lombok Utara, Tahun Anggaran 2017, dari PT Gelora Megah Sejahtera (GMS) telah merugikan negara senilai Rp782 juta.

"Bahwa perbuatan terdakwa Suwandi, Direktur PT Gelora Megah Sejahtera bersama dengan terdakwa Edi S. A. Rahman, kuasa Direktur PT Gelora Megah Sejahtera, penyedia pekerjaan dermaga, sudah memperkaya diri, orang lain, atau suatu korporasi hingga merugikan keuangan negara Rp782 juta," kata Budi Tridadi Wibisana yang mewakili Tim Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan kedua terdakwa secara bersamaan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua I Ketut Somanasa tersebut, Budi menyampaikan bahwa munculnya kerugian negara berdasarkan hasil penghitungan tim audit dari Inspektorat NTB tertanggal 23 September 2020.

"Munculnya angka kerugian ini mengacu pada temuan tim ahli konstruksi dari Fakultas Teknik, Universitas Mataram," ujarnya.

Pada temuan terungkap bahwa terdapat volume pekerjaan yang kurang atau tidak sesuai dengan perencanaan. Nilai kekurangan itu telah dikonversi menjadi angka kerugian negara Rp98,138 juta.

Kerugian lainnya muncul dari adanya kelebihan pembayaran yang meliputi tiga item pekerjaan. Nilainya diperkirakan mencapai Rp684,238 juta.

Dari uraian dakwaan milik kedua terdakwa, JPU mendakwa perbuatan Suwandi bersama Edi S. A. Rahman telah masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum sekaligus bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4/2015 tentang Perubahan ke empat Perpres Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Hal itu terlihat dalam proses pencairan anggaran proyek, mulai dari pengajuan uang muka hingga pencairan termin ke empat. Edi S. A. Rahman sebagai penyedia pekerjaan meniru tanda tangan Suwandi, sebagai pemberi kuasa dari PT GMS, dalam setiap proses pencairan anggaran.

Bahkan sebagai bagian dari syarat kelengkapan pencairan, Edi S. A. Rahman bersama dengan pihak konsultan pengawas dari PT Karya Mahardika 97 membuat laporan progres pekerjaan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Dalam hal ini, ada dugaan manipulasi data yang diterbitkan pihak konsultan pengawas.

Usai mendengarkan dakwaan dibacakan, Suwandi dan Edi S. A. Rahman melalui masing-masing tim penasihat hukum menyatakan tidak mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan penuntut umum.

Dengan pernyataan demikian, Majelis Hakim mempersilahkan kepada penuntut umum untuk menghadirkan saksi-saksi dalam agenda pembuktian pada sidang selanjutnya, Kamis (17/2).