DEWAN PERS MEDIASI LIMA WARTAWAN NTB DENGAN PENGGUGAT

id

     Mataram, 10/8 (ANTARA) - Dewan Pers menggelar pertemuan mediasi lima wartawan Nusa Tenggara Barat dengan Agus Budiarto, SH.M.Hum, selaku pemilik Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kebandarudaraan & Pramugari, yang melancarkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Mataram.
     Pertemuan mediasi itu berlangsung di Hotel Lombok Raya di Mataram, Rabu, sejak pukul 13.00 Wita hingga petang menjelang waktu berbuka puasa.
     "Sudah kami mediasi dan Alhamdulilah sudah ada perdamaian meskipun sempat alot," kata anggota Dewan Pers Bekti Nugroho, saat mempresentasikan "Peran Pers Televisi dan Konflik" pada Diskusi Jurnalisme Damai, yang digelar Dewan Pers, di Mataram.
     Selain Bekti, anggota Dewan Pers lainnya yang memfasilitasi pertemuan mediasi kasus gugatan perdata itu, yakni Wina Armada, Agus Sudibyo dan Leo Batubara.
     Tim Dewan Pers itu lebih dulu mendengar keterangan dari lima orang wartawan NTB selaku tergugat dalam perkara perdata itu, kemudian mendengar penjelasan Agus Budiarto, SH.M.Hum, selaku pengugat.
      Setelah berdiskusi hampir lima jam, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk menempuh jalur damai, dalam menyikapi kasus gugatan perdata itu. Gugatan pidana pun akan diselesaikan secara damai.
      Kasus gugatan perdata itu sudah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Mataram, pada 7 Juli lalu, namun sidang itu hanya berlangsung kurang dari 10 menit karena tidak dihadiri tergugat 1 meskipun telah dipanggil melalui pengadilan.  
      Kelima wartawan yang digugat itu masing-masing Febrian Putra (wartawan Lombok Post) selaku tergugat 2, Aris (wartawan Suara Nusa Tenggara Barat-NTB) selaku tergugat 3, Helmi selaku kameramen TVRI selaku tergugat 4, Ahmad Yani (reporter RRI) selaku tergugat 5 dan Sudirman (wartawan Radar Lombok) selaku tergugat 6.
     Tergugat 1 atas nama Siti Ma'rifah Sarita, yang belum bekerja, namun merupakan salah satu alumni angkatan ke-29 Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kebandarudaraan & Pramugari (LPPKP) yang dikelola penggugat. 
     Ketua majelis hakim yang menangani perkara itu kemudian meminta penggugat memanggil tergugat 1 melalui pemanggilan umum baik melalui media massa atau sarana publik lainnya.
     Sidang kemudian ditunda sampai 11 Agustus 2011, dan penggugat diminta menghadirkan tergugat 1 melalui pemanggilan umum itu.
     Versi Agus Budiarto selaku penggugat, ia melayangkan gugatan itu karena kecewa dengan perbuatan keenam orang tergugat yang menurut dia telah bersama-sama melakukan perbuatan yang merugikan dirinya.
     Agus mengaku telah mengurai permasalahannya dalam materi gugatan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Mataram, hingga perkara itu disidangkan.
     Pada 9 Mei 2011 sekitar pukul 11.00 Wita, keenam tergugat itu mendatangi kediaman penggugat dan menyampaikan maksud kedatangannya, yakni meminta agar tergugat 1 yang telah selesai mengikuti diklat di LPPKP segera ditempatkan bekerja sesuai janji penggugat.
     Terjadilah dialog yang berujung perdebatan sengit hingga tergugat 2 sampai 6 mengaku sebagai wartawan. Sebelumnya mengaku sebagai bagian dari keluarga tergugat 1.
      Keesokan harinya yakni 10 Mei 2010 muncul berita di Harian Umum Lombok Post dan Suara NTB, terkait permasalahan tersebut. Berita foto juga muncul di Harian Lombok Post pada edisi 11 Mei 2011.
      Terkait pemberitaan itu, Agus Budiarto merasa dirugikan secara moril maupun materiil sehingga melayangkan gugatan ke PN Mataram.
      Agus Budiarto menyebut kerugian moril yang harus ditanggung keenam tergugat sebesar Rp6 miliar atau masing-masing tergugat sebesar Rp1 miliar.
      Dia juga mengharuskan para tergugat mengganti kerugian materil sebesar Rp1,584 miliar atau masing-masing tergugat menanggung sebesar Rp264 juta. 
      Namun, ia tidak menggugat perusahaan pers yang memberitakan masalah itu, justru ia menggugat kelima wartawan yang mendatangi kediamannya bersama alumni LPPKP.
      "Saya tidak menggugat media, saya menggugat wartawan yang mendatangi kediaman saya seperti yang ada dalam materi gugatan, karena waktu datang mereka tidak mengaku sebagai wartawan dan tidak pula menunjukkan identitas. Kita lihat saja di persidangan," ujar Agus. (*)