LBH-SEMAIDEA: NTB HARUS FOKUS BELI SAHAM NEWMONT

id

     Mataram, 7/11 (ANTARA) - Para aktivis di wilayah Nusa Tenggara Barat yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum dan Semaidea, meminta pemerintah daerah tetap fokus untuk membeli tujuh persen saham jatah divestasi 2010 atau divestasi terakhir PT Newmont Nusa Tenggara.

     "Kami minta Pemda NTB untuk tetap fokus pada agenda pembelian saham Newmont divestasi terakhir. Berbagai langkah yang dilakukan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan merupakan manufer yang sarat muatan politis dan tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat NTB," kata Basri Mulyani, aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Senin.

     Hal serupa dikemukakan Direktur Semaidea Adhar Hakim, yang menilai proses pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) jatah divestasi terakhir itu sarat politis yang menimbulkan pandangan miring berbagai pihak di wilayah NTB.

     Aktivis LBH dan Semaidea mengkritisi proses pembelian saham divestasi PTNNT itu menyusul  langkah-langkah Menteri ESDM yang menyerahkan proses analisa hukum terkait hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pembelian tujuh persen saham divestasi PTNNT.

     Menurut mereka, opini BPK secara tegas menyebutkan bahwa berbagai proses pembelian sisa saham PTNNT oleh PT Pusat Investasi Pemerintah (PIP) menyalahi berbagai prosedur hukum/aturan perundang-undangan.

     BPK berpendapat pembelian saham tersebut merupakan bentuk penyertaan modal negara sehingga harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

     Dasarnya antara lain Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

     "Hal itu diperkuat lagi dengan dua surat unsur pimpinan DPR RI yang meminta pemerintah pusat mematuhi hasil audit BPK. Namun ternyata hingga saat ini proses pembelian sisa saham divestasi PT NNT itu justru diperpanjang (amandemen)," ujar Basri.

     Dengan amendemen itu,  PIP dan Nusa Tenggara Partnership BV sepakat untuk memperpanjang jangka waktu pemenuhan syarat efektif perjanjian jual beli tersebut hingga 6 Mei 2012 untuk memberikan waktu kepada kedua belah pihak memenuhi syarat tersebut.

     Karena itu, LBH NTB dan Semaidea melihat adanya agenda politik yang syarat kepentingan neolib dibalik berbagai manuver dan cara pembelian tujuh persen saham divestasi PT NNT.

     "Terlihat benar adanya kekuatan tertentu yang bermain dibalik isu-isu divestasi ini yang menyebabkan pemerintah pusat terlihat mengikuti arus yang dikembangkan kekuatan diluar unsur pemerintahan," ujar Basri.

     Menurut dia, cara-cara yang dilakukan oleh sejumlah menteri menunjukan cara pandang politik dan hukum mereka yang tidak menghormati keputusan kelembagaan negara setingkat BPK yang sejajar dengan presiden.

    "Kami justru melihat agak aneh jika level menteri yang terus bermanuver seperti itu. Ada apa ini," ujar Basri dengan nada tanya.  

    Sementara Adhar mengatakan, salah satu preseden buruk terkait divestasi PTNNT juga pernah ditunjukan Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, yang bahkan pernah mengeluarkan pernyataan diatas meterai yang menyebutkan pihak PTNNT tidak terlibat saat pelepasan dua persen saham PT NNT.

    Ternyata terbukti bahwa proses pembelian dua persen saham PTNNT beberapa waktu lalu juga melibatkan PT NNT dengan cara memberikan pinjaman dana kepada PT MIndonesia Masbaga Investama (IMI).

    "Catatan-catatan seperti ini yang membuat kami tidak lagi merasa nyaman dengan cara-cara dan manuver sejumlah menteri dalam proses sisa saham terakhir yang tujuh persen ini," ujar Adhar.

    LBH NTB dan Semaidea juga mengkritik sikap politik sejumlah anggota DPR asal NTB yang baru menunjukan sikap setelah BPK mengeluarkan opini hasil audit mereka yang terakhir.

    "Sebelumnya sejumlah anggota DPR RI bahkan ada yang mengeluarkan statemen mendukung pemerintah pusat," ujar Adhar.

     Seperti diketahui, pada 6 Mei 2011, Kementerian Keuangan melalui PIP melakukan proses pembelian tujuh persen saham divestasi PTNNT dengan nilai 246,8 juta dolar AS. Semula harga tujuh persen saham divestasi itu sebesar 271 juta dolar AS, namun akhirnya pemerintah mendapatkan potongan harga menjadi 246,8 juta juta dolar AS.

     Namun, proses pembelian saham divestasi terakhir itu kembali berpolemik setelah BPK menyampaikan laporan hasil pemeriksaan proses pembelian saham itu kepada DPR, pertengahan Oktober 2011.

     Sesuai kontrak karya, PTNNT berkewajiban mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak nasional yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun perusahaan nasional.

     Kini, komposisi kepemilikan saham PTNNT yakni 24 persen milik Pemda NTB beserta investor mitranya yakni  PT Multicapital (anak usaha  PT Bumi Resources Tbk) yang nilainya mencapai 867,23 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp8,6 triliun.   

     Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat serta Sumbawa membentuk PT Daerah Maju Bersaing (DMB) yang kemudian bermitra dengan PT Multicapital (anak usaha  PT Bumi Resources Tbk) untuk mengakuisisi saham Newmont jatah divestasi itu.

     Tujuh persen lainnya masih diperebutkan pemerintah pusat dan daerah, dan PT Pukuafu Indah yang semula menguasai 20 persen saham PTNNT kemudian menjual sebanyak 2,2 persen sahamnya kepada PT IMI sehingga kini PT Pukuafu Indah hanya menguasai 17,8 persen.

     Sedangkan saham yang dimiliki dimiliki Nusa Tenggara Partnership, tinggal 49 persen dari semula 80 persen yang terdiri dari 45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited (NIL) dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) Sumitomo. (*)