KPA TERMINAL HAJI BIL BERSEDIA DIPANGGIL POLISI

id

     Mataram, 28/2 (ANTARA) - Ridwan Syah selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pembangunan terminal haji di Bandara Internasional Lombok, bersedia dipanggil polisi guna mengklarifikasi pemanfaatan dana proyek yang disinyalir bermasalah dari aspek pengelolaan keuangan. 

     "Saya bersedia dipanggil polisi, dan kalau Pak Gubernur mengizinkan, saya siap memberi keterangan yang dibutuhkan," kata Ridwan yang menjabat Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, di Mataram, Selasa.

     Ia mengatakan, penyidik sudah menyurati Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan kontraktor pelaksana proyek pembangunan terminal haji yang menggunakan dana APBD NTB 2011.

     PPK dan kontraktor pelaksana proyek juga sudah memberi penjelasan secara tertulis sesuai yang dibutuhkan penyidik.

     "Mereka (PPK dan kontraktor) sudah memberi penjelasan. Posisi saya dalam pelaksanaan proyek itu sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), tetapi saya siap beri keterangan kepada polisi jika diizinkan Pak Gubernur. Saya pun sangat yakin tidak menyimpang dari aturan yang ada," ujarnya.

     Pada 24 Januari 2012, Agus Firad Wirawan selaku warga negara Indonesia, melaporkan Kepala Dishubkominfo NTB Ridwan Syah dan Kabid Perhubungan Udara Nizarwansyah, ke Direktrorat Riserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB, terkait proyek terminal haji di BIL.

     Agus juga melaporkan Direktur PT Serba Karya Abadi (SKA) Yudhi Abdillah, selaku pemenang tender proyek tersebut.    

     "Saya selaku pribadi yang melaporkan kasus ini ke Polda NTB. Saya juga tembuskan laporan beserta dokumen kasus ini ke Gubernur NTB, DPRD NTB, Kejati NTB, Inspektorat NTB dan Komisi Pemberantasan Korupsi," ujar Agus sembari memperlihatkan dokumen laporan beserta belasan dokumen proyek tersebut.

     Ia menuturkan, nilai proyek terminal haji ini sesuai kontrak kerja awalnya sebesar Rp7,3 miliar lebih dengan pola pembayaran empat tahap setelah uang muka diserahkan pihak Dishubkominfo NTB.

     Proyek itu ditargetkan tuntas 180 hari kerja mulai 27 April hingga 23 Oktober 2011, ditambah masa pemeliharaan 180 hari. Namun, target proyek yang tertuang dalam kontrak ini gagal dicapai kontraktor sehingga dilakukan amandemen kontrak berdasarkan surat permohonan dari PT SKA per 28 September 2011 serta hasil pemeriksaan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga merekomendasikan penambahan waktu pekerjaan.

     Kontrak pekerjaan proyek yang didanai APBD NTB ini kemudian diubah. Waktu pelaksanaan proyek ditambah 60 hari sehingga total hari pekerjaan menjadi 250 hari kerja atau baru berakhir per 22 Desember 2011, dengan masa pemeliharaan 180 hari.

     Kendati demikian, anggaran proyek itu justru ditambah sekitar Rp400 juta, sehingga total nilai proyek mencapai Rp7,672 miliar lebih.

     Penandatangan perubahan kontrak ini dilakukan 10 Oktober 2011 antara PPK Nizarwansyah dan pihak kontraktor. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, proyek terminal haji ini tidak kunjung selesai.

     Hanya saja, meski proyek tidak selesai, pembayaran proyek ini tetap lancar, bahkan pihak Dishubkominfo NTB telah mencairkan dana tahap II dan III sekaligus sebesar Rp3,4 miliar sesuai dokumen surat perintah membayar (SPM) yang diterbitkan Dishubkominfo NTB diteken Ridwan Syah 14 Desember 2011.

     Dishubkominfo NTB juga telah menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) tahap IV proyek yang merupakan dana jaminan sebesar 5 persen dari nilai proyek justru telah dicairkan per 14 Desember sebesar Rp383 juta lebih.

     Padahal, dalam ketentuan yang ada, dana retensi baru bisa dicairkan jika proyek sudah diselesaikan.

     "Saya punya bukti, per 29 Desember, proyek ini masih jauh dari selesai. Tapi termin IV sudah dibayarkan Dishubkominfo NTB," ujar Agus yang juga kontraktor bidang energi listrik itu.

     Dalam laporannya, Agus menyebutkan dua pejabat Pemprov NTB itu diindikasikan melakukan tindak pidana korupsi, yakni secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan penyalahgunaan wewenang dengan tidak menjalankan kewajibannya.

     Kedua pejabat itu juga terindikasi melanggar peraturan-peraturan hukum seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan atau peraturan lainnya tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.

     Agus menduga kedua pejabat Dishubkominfo NTB dan Direktur PT SKA itu telah melakukan dan atau tidak melakukan tugas dan kewenangannya untuk tujuan menguntungkan diri sendiri, korporasi tertentu maupun pihak lain yang berpotensi dan telah merugikan keuangan negara.

     "Ketiga oknum tersebut diduga telah dengan sengaja membuat dokumen ataupun laporan yang tidak benar mengenai situasi tertentu dengan maksud untuk menguntungkan korporasi dan merugikan negara," ujarnya. (*)