GERAKAN "LISAN" UPAYA MATARAM ATASI PERSOALAN SAMPAH Oleh Masnun Masud

id

         Persoalan sampah yang hingga kini belum berhasil diatasi memunculkan "kegalauan" bagi Pemerintah Kota Mataram. Kebiasaan sebagian masyarakat membuang sampah di sembarang tempat menambah rumitnya problem persampahan di kota yang sekaligus menjadi ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat ini.

        Kebiasaan sebagian masyarakat menjadikan sungai dan drainase sebagai "bak" sampah, merupakan persoalan lain yang dihadapi pemerintah di kota yang bermoto "Maju, Religius dan Berbudaya".  

       Dengan keterbatasan fasilitas untuk penanganan sampah juga menambah panjangnya deretan  persoalan yang perlu segera dicarikan jalan keluar.

       Produksi sampah yang kian meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk menambah rumitnya persoalan persampahan di kota yang kini berpenduk 412.000 jiwa.  

      Volume sampah di Kota Mataram mengalami peningkatan cukup signifikan dari sebelumnya sebanyak 1.080 meter kubik menjadi 1.210 meter kubik per hari atau 36.000 meter kubik per bulan.

      Wali Kota Mataram Ahyar Abduh mengkaui persoalan sampah cukup kompleks,  selain karena produksi sampah terus meningkat, juga yang bisa ditangani dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah baru sebagian akibat masih kurangnya fasilitas pendukung yang dimiliki.

       Produksi sampah di Kota Mataram  mencapai 1.210 meter kubik yang bisa ditangani dan dibuang ke TPA sampah baru 800 meter kubik per hari, sementara 400 meter kubik lebih belum bisa ditangani.

       Fasilitas yang dimiliki Dinas Kebersihan Kota Mataram 63 unit kontainer sampah yang tersebar di beberapa titik, namun yang bisa dioperasikan hanya 40 unit, sehingga volume sampah yang bisa diangkut hanya 800 meter kubik  per hari.  

      Sementara  jumlah kendaraan pengangkut sampah sebanyak 54 unit yang usia operasionalnya di atas 10 tahun serta 80 kereta dorong.

      Di samping itu, katanya, jumlah tegaga petugas kebersihan sebanyak 457 orang, juga menjadi kendala dalam penanganan sampah di Kota Mataram, sehingga cakupan wilayah yang bisa terjangkau sekitar 80 persen saja.  

     Persoalan lain yang dihadapi dalam penanganan sampah adalah masih ada sebagian masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat. Bahkan ada yang membuang sampah di sungai dan drainase atau saluran air.

     "Memang benar masih ada sebagian warga yang membuang sampah di sungai dan drainase kendati sudah sering diperingatkan. Bahkan  diancam dijatuhi sanksi, namun hingga kini sebagian warga Kota Mataram membuang sampah di sembarang tempat termasuk di sungai (kali)," katanya seusai acara penanaman pohon di bantaran Kali Jangkuk bekerjasama dengan PT Jaasa Raharja (Persero) Cabang NTB.

      Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Mataram H Mahmudin Tura juga mengakui hingga kini masih banyak warga yang membuang sampah di sungai dan drainase. Bahkan ada yang membuang kasur bekas dan bantal di sungai, ini menimbulkan masalah serius terhadap lingkungan.

       Karena itu, katanya, ketika musim hujan air meluap ke jalan, karena drainase dipenuhi sampah  dan beberapa lokasi permukiman juga terendam air, karena sungai meluap menyebabkan  arus air tidak lancar akibat tumpukan sampah.

        Beberapa titik di Kota Mataram yang masih rawan digenangi banjir adalah kawasan Kebon Roek, Mandalika, Jalan TGH Faisal dan sejumlah kompleks pemukiman.

        Karena itu Mahmudin mengimbau masyarakat untuk berhenti membuang sampah di sungai dan drainase, karena yang akan merasakan dampaknya adalah masyarakat sendiri.

        Dari 1.210 volume sampah setiap hari yang bisa ditangani dan dibuang ke TPA sampah baru 800 meter kubik lebih, sisanya 20 persen sebagian ditangani oleh masyarakat sendiri dan sebagian lainnya di buang ke sungai atau kali.        

       "Setiap hari kami mengerahkan 220 petugas, sebanyak 170 orang membersihkan drainase, 25 orang  untuk kali (sungai) dan pantai, serta 25 orang lainnya unruk membersihkan irigasi. Kita membutuhkan  kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat," katanya.

        

                                                                    Restorasi sungai      

       Dia mengakui dana untuk membersihkan sampah yang dibuang ke sungai dan drainase cukup besar, terutama untuk membayar honor ratusan petugas yang dikserahkan setiap hari.

        Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Mataram H Mutawalli di Mataram, Minggu, mengatakan  selama ini bantaran sungai yang ada di daerah ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti  membangun rumah, bahkan menjadikan sungai sebagai bak sampah.

      "Kondisi ini mengakibatkan terjadinya degradasi atau penurunan kemampuan sungai untuk mendukung berbagai fungsi. Karena itu kami melaksanakan program restorasi sungai, yakni mengembalikan fungsi alami yang telah terdegradasi oleh intervensi manusia," katanya.

        Restorasi sungai adalah perubahan paradigma dalam ilmu rekayasa sungai (river engineering) yaitu perubahan dari pola penyelesaian berdasarkan aspek teknik sipil hidro secara parsial menjadi penyelesaian terintegrasi aspek hidraulik, fisik, ekologi, dan sosial

      Dalam program restorasi sungai itu, menurut Mutawalli, pihaknya akan membangun jalan di kiri dan kanan sepanjang bantaran sungai, seperti di Sungai Jangkuk akan dibangun jalan dengan lebar enam  meter dan kini sudah ditanami pohon trembesi. Jalan itu nantinya dilengkapi dengan lampu dan pot bunga.

     Terkait dengan nota kesepahaman (MoU) program restorasi sungai yang telah ditandatangani Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh dan Rektor Universitas Mataram (Unram) Prof Dr H Sunarpi, dia mengatakan kegiatan sudah mulai dilaksanakan seperti pembangunan jalan di sepanjang bantaran sungai.

     "Unram diminta memberikan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat  yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai, sementara kita melaksanakan pembangunan fisik, seperti membangun jalan di bantaran sungai," katanya.

       Dia mengatakan, pihak Unram akan mengarahkan mahasiswanya yang melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) untuk terlibat secara langsung, seperti membersihkan sungai dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya memelihara kebersihan sungai.

      "Kami juga mengarahkan para mahasiswa untuk membentuk kelompok masyarakat di sepanjang bantaran sungai yang nantinya terlibat dalam pemeliharaan sungai dan mengimbau mereka untuk tidak membuang sampah di sungai," kata Mutawalli.

      Menyinggung upaya menghentikan kebiasaan masyarakat menjadikan sungai sebagai bak sampah, dia mengatakan dengan dibangunnya jalan di sepanjang bantaran sungai, maka rumah masyarakat tidak membelakangi sungai, tetapi menghadap jalan dan ini akan menghentikan kebiasaan masyarakat membuang sampah.

    

                                                                  Gerakan "Lisan"

     Terlepas dari berbagai persoalan yang sekaligus menjadi kendala  dalam menciptakan kebersihan dan keindahan Kota Mataram, muncul suatu gerakan menuju Lingkungan Sampah Nol atau "Lisan" yang diinisiasi Kecamatan Selaparang          

     "Saya mengapresiasi inisiasi Kecamatan Selaparang yang telah mampu melahirkan ide jitu untuk mengatasi persoalan persampahan melalui gerakan Lisan sehingga menjadi perhatian pemerintah pusat. Karena itu mari kita  dukung dan sukseskan program tersebut," kata Ahyar.

        Camat Selaparang M Saleh mengatakan gerakan menuju Lisan itu sudah berjalan sejak setahun yang lalu di Kecamatan Selaparang.    

      Program pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini dilakukan dengan membentuk 20 kelompok kerja (Pokja) di sembilan kelurahan dan 33 Pokja di sekolah dasar (SD). Dalam penanganan sampah melalui program ini Pokja memilah dan memisahkan antara sampah organik dan anorganik.

      Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos, sedangkan anorganik dipisahkan menjadi sampah yang laku dijual dan tidak laku dijual. Untuk sampah yang tidak laku dijual Pokja mengolahnya menjadi bahan kerajinan dan  yang laku dijual akan dikirim ke Jember, Jawa Timur.

       "Melalui Gerakan Lisan ini, sampah tidak lagi menjadi persoalan. Kita bisa mengubah tumpukan sampah menjadi uang dan ini akan memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat yang tergabung dalam kelompok kerja tersbut. Karena itu kita akan mengembangkan program tersebut di kecamatan lain di Kota Mataram," kata Ahyar.

       Inaq Murni, salah seorang petugas pengangkut sampah di Kelurahan Monjok Barat mengaku mendapat penghasilan tambahan selain dari upah yang diterima dari warga, juga dari barang sampah-sampah seperti kemasan air mineral, kardus bekas dan jenis sampah lainnya yang masih bisa dimanfaatkan dan dijual.

      "Karena itu saya berterima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan peluang kepada pengankut sampah seperti saya ini untuk mendapat penghasilan tambahan dari sampah tersebut," katanya.

      Ikhtiar lain yang ditempuh Pemerintah Kota Mataram dalam mengatasi problem persamapahan ini adalah dengan mengaktifkan kembali "bank sampah".

      Pemerintah Kota Mataram berencana mengaktifkan bank sampah agar bisa menjadi solusi permasalahan sampah di kota ini yang mencapai 36.300 kubik per bulan.

      Sekretaris Dinas Kebersihan Kota Mataram I Gede Berata mengatakan, maslah sampah memang akan menjadi perhatian khusus pemerintah, terlebih untuk pusat kota bagian dari kawasan NTB ini telah masuk kawasan wisata strategis.

       Dalam sehari, sampah di Kota Mataram mencapai 1.210 kubik, sehingga kalau sebulan akan terkumpul 36.300 kubik. Padahal per harinya baru bisa diangkut 900-an kubik. Karena itu untuk mengatasiya adalah melalui program Bank Sampah. Tahun depan mudah-mudahan program ini terealisir.

      "Keberadaan bank sampah diharapkan bisa menjadikan Mataram sebagai sebagai kota yang bersih dari sampah. Karena itu program ini akan disosialisasikan kepada masyarakat bagaimana menabung sampah dan menilai ekonomis," katanya.  (*)