UMAT HINDU NTB ARAK 170 OGOH-OGOH

id

     Mataram, 11/3 (Antara) - Umat Hindu di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Lomok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengarak 170 ogoh-ogoh (boneka raksasa dengan wajah menyeramkan) pada pawai menjelang Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Saka 1935, Senin.

     Pawai ogoh-ogoh itu digelar Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Mataram, di Jalan Pejanggik, Kota Mataram.

     Selain pria dewasa, kalangan pelajar sekolah dasar hingga menengah juga ikut meramaikan pawai ogoh-ogoh itu.

     Boneka raksasa itu diusung dan diarak yang diwarnai dengan aksi-aksi berputar sebagai bagian dari upaya menyemarakkan tradisi pawai ogoh-ogoh.    

     Ogoh-ogoh dibuat dengan beragam bentuk menyeramkan kira-kira setinggi dua hingga tiga meter dengan menghabiskan dana sekitar Rp1,5 - Rp2 juta/unit dengan waktu pembuatan kurang lebih dua minggu.

     Pelaksanaan pawai ogoh-ogoh itu dalam pengawasan aparat kepolisian yang berjaga-jaga di berbagai lokasi strategis. Berbagai komponen masyarakat memadati setiap lokasi yang dilewati kelompok pengusung ogoh-ogoh.       

     Pemerintah Kota Mataram juga membantu kelancaran dan ketertiban perayaan hari besar umat Hindu itu dengan menerjukan petugas dari Dinas Perhubungan, Komuninasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kota Mataram, serta dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Mataram.

     Wakil Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana, saat melepas pawai ogoh-ogoh itu mengatakan, masyarakat di Kota Mataram cukup heterogen, namun berupaya menjaga persatuan dan kesatuan melalui berbagai sikap toleransi.

     "Kita tahu bahwa warga Mataram selalu berupaya hidup rukun dan damai, dan itu terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita tingkatkan kebersamaan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan," ujarnya.

     Sementara itu, Ketua Dewan Ogoh-ogoh Kota Mataram (DOM) I Nyoman Artha Kusuma, mengatakan, tradisi ritual pawai ogoh-ogoh yang dilaksanakan setahun sekali, tepatnya sehari menjelang Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu itu bermakna mengusir roh-roh jahat agar tidak mengganggu kehidupan manusia, sekaligus menyeimbangkan bhuwana alit dan bhuwana agung (alam mikrokosmos dan makrokosmos).      "Budaya arak-arakan ogoh-ogoh itu tetap mengutamakan etika, estetika serta tetap mengedepankan nilai-nilai moral, sehingga layak untuk ditampilkan di Kota Mataram, yang memiliki motto maju, religius dan berbudaya," ujarnya.

     Artha mengingatkan generasi muda agar kegiatan ritual keagamaan itu dapat dimaknai secara baik karena mengandung nilai sakral.

     Namun, ia menekankan bahwa pawai ogoh-ogoh itu bukan hanya dimaknai dari aspek budaya, tetapi juga wahana kebersamaan dengan umat beragama lainnya.

     "Pawai ini dilakukan sebagai bagian dari ritual keagamaan, bukan hanya bermakna budaya semata, sehingga adik-adik generasi muda penerus bangsa harus bersikap sopan, tertib dan selalu menjaga kedamaian sebagai ciri umat Hindu yang mencintai kedamaian," ujarnya.

     Ia menambahkan, pelibatan sebanyak 170 ogoh-ogoh itu dikoordinir oleh 90 orang koordinator dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Lombok Tengah. Jumlah itu lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. (*)