Warga NTB unjuk rasa terkait WTO 2013

id Warga NTB unjuk rasa terkait pertemuan KTM WTO 2013 di Bali

Warga NTB unjuk rasa terkait WTO 2013

Lebih dari 20 orang warga Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar unjuk rasa di jalan protokol di Kota Mataram, terkait pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), di Bali, 3-6 Desember 2013. Kelompok pemuda

"Pasal 33 UUD 1945 itu mengharuskan negara mengambil peran dalam mengorganisir perekonomian agar mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Sedangkan WTO menghendaki pemerintah memfasilitasi perdagangan bebas yang notabene sarat kepentingan korpo
Mataram (Antara Mataram) - Lebih dari 20 orang warga Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar unjuk rasa di jalan protokol di Kota Mataram, terkait pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), di Bali, 3-6 Desember 2013.

Kelompok pemuda dan mahasiswa yang dikoordinir Rifai Ahmad itu, melakukan "long march" di jalan protokol Kota Mataram, hingga berakhir di depan Kantor Kantor Gubernur NTB, Selasa.

Mereka membawa spanduk yang bertuliskan penolakan terhadap pertemuan KTM WTO yang tengah berlangsung di Pulau Bali.

Mereka menilai agenda WTO bertolak belakang dengan filosofis pasal 33 Undang Undang Dasar 1945, yang sangat menentang liberalisme ekonomi.

"Pasal 33 UUD 1945 itu mengharuskan negara mengambil peran dalam mengorganisir perekonomian agar mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Sedangkan WTO menghendaki pemerintah memfasilitasi perdagangan bebas yang notabene sarat kepentingan korporasi besar. Ini yang kami persoalkan," kata Rifai dalam orasinya pada unjuk rasa itu.

Para pengunjuk rasa meyakini pertemuan WTO di Bali tidak akan bisa menjawab persoalan rakyat dunia maupun di Indonesia, karena itu mereka tegas menolak pertemuan tersebut.

Bahkan, mereka menilai pertemuan tersebut hanya bertujuan memuluskan kepentingan internasional dalam menguasai kekayaan alam yang terkandung dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Apalagi, pertemuan WTO itu diselenggarakan di tengah-tengah berlangsungnya krisis ekonomi, krisis keuangan, krisis iklim, krisis energi, pangan dan politik di tingkat global.

Dengan demikian, hal tersebut dipastikan tidak dapat memberikan solusi yang dapat menstabilkan negara dan rakyat Indonesia, malahan berpotensi memperparah defisit perdagangan nasional Indonesia.

Dari unjuk rasa itu, kelompok pemuda dan mahasiswa NTB itu kemudian menyampaikan sejumlah tuntutan yang berkaitan dengan kondisi objektif di wilayah NTB, yang dihubung-hubungkan dengan WTO.

Tuntutan tersebut antara lain, bangun industri nasional/lokal di NTB sebagai tempat bekerja rakyat Indonesia, dan menghentikan eksplorasi manusia atau pengiriman TKI ke luar negeri.

Tuntutan lainnya yakni nasionalisasi perusahaan tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), dan mendesak pemerintah menjamin ketersediaan lahan bagi rakyat untuk usaha pertanian.

"Kami juga menuntut pendidikan murah, ilmiah dan demokratis, agar seluruh rakyat Indonesia, utamanya rakyat NTB semakin cerdas dan berkualitas," ujar Rifai. (*)