Menggenggam Hening di Pantai Pink

id Pantai Pink

Menggenggam Hening di Pantai Pink

Eksotika Pantai Pink di Lombok Timur (Tri Vivi Suryani)

Keeksotisan hamparan pasir berwarna merah muda, telah membuat objek wisata ini lebih dikenal dengan sebutan Pantai Pink atau Pink Beach
Dahulu, penduduk lokal mengenalnya sebagai Pantai Tangsi, sebuah destinasi berupa pantai berapit dua tebing dengan hamparan air hijau membiru dihiasi ikan warna-warni berenang di taman laut dan pasir merah muda yang membentang di kawasan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
        Keeksotisan hamparan pasir berwarna merah muda, telah membuat objek wisata ini lebih dikenal dengan sebutan Pantai Pink atau Pink Beach, terletak di Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
        Menemukan Pantai Pink, tidak semudah mengunjungi objek wisata lain di Lombok, seperti Senggigi atau Malimbu, yang letaknya tidak jauh dari jalan raya. Sementara, jika ingin melihat keindahan Pantai Pink, apabila ditempuh dari Mataram, wisatawan akan melewati rute Mataram, Kediri, Praya, hingga sampai di Jerowaru.
        Jika ingin merasakan atmosfir berbeda, sebaiknya wisatawan melakukan perjalanan di malam hari, di mana setelah melewati Desa Sekaroh, kendaraan akan membelah kepekatan hutan lindung. Saat musim kemarau, jalan tanah sepanjang 11 km mengepulkan debu yang beterbangan di udara.
        Sepanjang kiri dan kanan jalan, pepohonan sengon pantai terlihat meranggas, namun di ujung ranting-rantingnya nampak kuncup bunganya bermunculan. Di bawah ‘siraman’ cahaya bintang, beberapa burung hantu hinggap dan mematuk-matuk kulit sengon pantai.
        Sabilarasyad, seorang wisatawan asal Mataram, menyatakan tertarik berkunjung ke Pantai Pink karena ingin melihat langsung keindahan pantai yang memiliki pasir berwarna merah muda itu. Menurutnya, sudah dua kali dirinya berwisata ke Pantai Pink, meski untuk menjangkaunya harus melewati rute yang tidak gampang.
        “Perjalanan dari Mataram berjarak sekitar 76 km. Setelah itu, harus melewati jalan yang kurang bagus. Apalagi jalan menurun menuju pantai, bisa dibilang rusak. Untung saja sekarang sudah mulai diperbaiki. Tetapi, semua kesulitan itu sangat sebanding dengan keindahan Pantai Pink. Pantai ini benar-benar menakjubkan,” katanya.
        Rasyad menyatakan lebih suka berangkat menuju Pantai Pink di saat senja hari dan sampai di lokasi tujuan malam hari. Setiba di pantai, ia akan berkemah dan duduk-duduk di kawasan pasir kemerahan menyelami suasana sepi, membalut kaki dengan butiran pasir yang sangat halus, sembari memandangi lautan di bawah benderang cahaya rembulan.
        “Malam-malam duduk di tepi pantai, sungguh menyajikan atmosfir berbeda. Tidak ada deru kendaraan atau suara bising musik. Suasana amat hening. Menggenggam dan merasakan keheningan ini yang dicari di Pantai Pink,” tuturnya.
        Keesokan hari, aktivitas yang bisa dilakukan wisatawan akan lebih variatif lagi. Wisatawan bisa mendaki tebing tinggi di utara pantai untuk menunggu matahari terbit. Bagian atas tebing, terdapat dataran, yang ditumbuhi ilalang, belukar berduri dan sebuah berugaq, semacam dangau, untuk bersantai. Selain itu, wisatawan juga bisa berjalan-jalan mengelilingi tebing untuk menikmati pemandangan taman laut yang menakjubkan.
        “Dari atas tebing, taman laut dan ikan-ikan yang beraneka macam terlihat jelas, indah sekali, karena lautnya dangkal. Saya sesekali terjun dari tebing dan berenang sampai di pantai, sama sekali tidak khawatir karena ombaknya tidak besar dan lautnya tidak dalam,” ujar Rasyad.
        Selain pantai dan tebing, kata pria kelahiran Singaraja, Bali, di sekitar objek wisata juga ada goa peninggalan Jepang. Goa itu cukup lapang untuk dimasuki wisatawan. Tidak ditemukan binatang berbahaya, seperti ular, sehingga aman bagi pengunjung.

                                        Menyewa Perahu
 
        Sugeng Sularjo (36), penduduk setempat, menjelaskan bahwa objek wisata Pantai Pink mulai ramai dikunjungi sejak dua tahun silam. Saat liburan tiba, pantai dipadati wisatawan lokal yang ingin berenang atau sekedar berfoto bersama. Sedang pada hari-hari biasa, justru yang mengunjungi pantai adalah wisatawan asing yang ingin snorkeling atau menyewa perahu.
        “Tarif menyewa perahu, kalau orang lokal antara Rp10 – 20 ribu per orang. Sedang turis asing, biasa dikenakan Rp100 ribu/perahu,” katanya.
        Sugeng menjelaskan, biasanya pengunjung mengaku tertarik datang karena ingin melihat langsung pantai yang pasirnya merah muda atau pink. Jika pasir berwarna hitam, putih atau kecoklatan, sudah lazim ditemui di berbagai objek wisata.
        “Pasir di sini akan terlihat jelas berwarna pink pada pagi atau sore hari. Warna pink sangat mencolok, sampai-sampai, ada wisatawan yang sengaja mengambil pasir untuk oleh-oleh,” katanya.
        Dikatakan Sugeng, penduduk sekitar tak mengira kalau akhirnya pantai yang semula dinamakan Pantai Tangsi ini akan mendapat perhatian wisatawan. Berpuluh tahun silam, pantai tersebut adalah tempat peristirahatan para nelayan yang ingin sejenak melepas lelah, di samping sebagai area penggembalaan kambing dan kerbau.
        “Kalau jalan sepanjang hutan Sekaroh sudah diperbaiki, pasti wisatawan akan bertambah ramai. Sekarang pengunjung banyak yang mengeluh karena jalan menuju pantai belum diaspal. Kalau hujan sudah tentu menjadi sulit dilewati,” katanya.
        Namun, kata Sugeng, agaknya jalan menuju pantai sudah mendapat perhatian pemerintah setempat. Buktinya, jalanan menurun menuju bibir pantai sepanjang 250 meter, sekarang tengah dalam perbaikan, sehingga untuk sementara kendaraan roda dua atau roda empat, dilarang melewatinya.
        “Pengunjung harus parkir tepat di depan jalan menurun menuju bibir pantai. Dari tempat parkir, pengunjung bisa menyewa ojek. Untuk sekali jalan, tarif ojek berkisar Rp5 – 10 ribu,” ujarnya.
        Selain masalah jalan yang belum kondusif, Sugeng juga mengakui kalau masalah air tawar bersih masih menjadi problem utama pengembangan kawasan Pantai Pink. Selama ini, orang-orang di sekitar Pantai Pink, mengandalkan air bersih dari pasokan mobil tangki yang sesekali datang. Harga air bersih berkisar Rp20 ribu/ tiga jerigen.
        Masalah jalan dan air bersih, jelas Sugeng, yang menjadi kendala utama pengembangan Pantai Pink. Dia berharap secepatnya ada pemecahan masalah agar pariwisata di Pantai Pink segera melejit, hingga tidak mustahil nanti jika Pantai Pink bisa dikenal seperti Gili Trawangan.

                                        Wisatawan Australia

        Moh Fahmi, pemandu wisata di AISL Tour, Mataram, menyatakan Pantai Pink sebenarnya mempunyai daya pikat tersendiri bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, yang ingin langsung melihat kemolekan objek wisata itu.
        “Bulan Juni, Juli dan Agustus, turis asing serta lokal paling ramai ingin berkunjung ke Pantai Pink, sekaligus satu paket main ‘surfing’ di Gerupuk. Kalau turis asing mayoritas dari Australia dan kalau lokal dari kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan lainnya,” ujar Fahmi.
        Sayangnya, keluh Fahmi, fasilitas penginapan belum memadai di Pantai Pink, sehingga wisatawan tidak ada yang berminat untuk bermalam. Padahal sebenarnya banyak wisatawan yang ingin melihat keindahan pagi di pantai itu.
        “Kalau jalan dan fasilitas penunjang sudah bagus, nanti wisatawan bisa membludak. Kami biasa menetapkan tarif Rp900 rb/rombongan, yang maksimal terdiri atas empat orang, untuk tur ke Pantai Pink dan Gerupuk. Itu termasuk makan siang,” jelas pria asal Rembiga, Kota Mataram itu.