Mataram, (Antara)- Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyiapkan rancangan peraturan daerah tentang penyelenggaran izin usaha sarang burung walet sebagai upaya mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah setempat.
Kepala Bagian Hukum Setda Kota Mataram Mansur di Mataram, Senin, mengatakan rancangan peraturan daerah (ranperda) tersebut akan diusulkan ke DPRD Kota Mataram pada 2015 sebagai salah satu program legislasi daerah.
"Saat ini ranperda penyelenggaran izin usaha sarang burung walet masih dalam tahap pembahasan dan perumusan draf, kemudian akan dilanjutkan dengan kegiatan konsultasi publik terakhir, barulah diajukan ke DPRD," katanya.
Menurutnya, penyusunan ranperda penyelenggaran izin usaha sarang burung walet ini dimaksudkan untuk menyinkronkan perda pajak sarang burung walet yang sudah ada, karena selama ini Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) masih kesulitan melakukan penarikan pajak sarang burung walet karena belum ada satu pun usaha tersebut di Kota Mataram yang memiliki izin.
"Artinya, dalam hal ini terjadi kekosongan hukum. Namun setelah ranperda izin penyelenggaran sarang burung walet disahkan maka Dipenda memiliki payung hukum yang kuat untuk melakukan pendataan dan penarikan pajak sarang burung walet," ujarnya.
Mansur membantah kalau dengan kekosongan hukum tersebut usaha sarang burung walet di Kota Mataram berarti legal, karena memang pemerintah sendiri yang belum menyediakan payung hukum tentang izin usaha sarang burung walet.
"Usaha sarang burung walet di Kota Mataram tetap ilegal, karena tidak ada dari mereka yang mengajukan izin. Kalau memang ada tentu pemerintah akan mencarikan solusi dan memberikan rekomendasi. Rekomendasi inilah salah satu solusi mengisi kekosongan hukum dan dasar pembentukan perda," katanya.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Mataram HM Syakirin Hukmi sebelumnya mengatakan, potensi pajak sarang burung walet di Kota Mataram dapat dikelola secara maksimal.
"Hal itu disebabkan semua pengusaha sarang burung walet belum memiliki izin operasional, sehingga kami belum bisa melakukan penagihan secara maksimal," katanya.
Akibatnya, kata Syakirin, realisasi pajak sarang burung walet saat ini hanya Rp1,8 juta, padahal targetnya Rp5 juta pada 2014. Sementara potensi usaha sarang burung walet di Kota Mataram mencapai 60 pengusaha.
Menurutnya, selama belum ada izin, Dipenda Kota Mataram akan tetap kesulitan melakukan penagihan, sehingga pajak sarang burung walet yang dihasilkan sebesar Rp1,8 juta itu hanya dari biaya ekspor melalui Bandara Internasional Lombok (BIL).
Ia mengatakan, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Mataram Nomor 6/2011 tentang Pajak Sarang Burung Walet, besaran pajak tersebut ditetapkan 10 persen.
"Jika satu kilogam sarang burung walet dijual seharga Rp1 juta, maka pengusaha harus membayar pajaknya Rp100 ribu per kilogram," ujarnya.