Peneliti BRIN pengancam warga Muhammadiyah terancam 6 tahun penjara

id BRIN,Peneliti BRIN AP Hasanuddin ,Peneliti BRIN 6 tahun penjara,Peneliti BRIN ditahan,Pengancam Muhammadiyah,Bareskrim Polri,UU ITE

Peneliti BRIN pengancam warga Muhammadiyah terancam 6 tahun penjara

Tersangka ujaran kebencian sekaligus peneliti BRIN AP Hasanuddin mengenakan baju tahanan dengan nomor tahanan 66 saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (1/5/2023). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Jakarta (ANTARA) - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri resmi menahan peneliti astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang (AP) Hasanuddin selama 20 hari ke depan, terhitung mulai Senin, selaku tersangka dugaan ujaran kebencian.

Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid A. Bachtiar mengatakan tersangka AP Hasanuddin ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana ujaran kebencian yang menyinggung anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) Muhammadiyah.

"Terhadap perkara ini, yang bersangkutan dilakukan penahanan di Rutan Bareskrim Polri terhitung sejak hari ini (Senin) sampai 20 hari ke depan," kata Vivid di Jakarta, Senin.

Baca juga: Peneliti BRIN ditangkap Bareskrim Polri di Jombang
Baca juga: Peneliti BRIN ditangkap, Pemuda Muhammadiyah kawal kasusnya sampai sidang

Tersangka AP Hasanuddin sebelumnya ditangkap penyidik di wilayah Jombang, Jawa Timur, Minggu (30/4), dan dibawa ke Bareskrim Polri di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan.

Dalam penangkapan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti, di antaranya ponsel yang digunakan tersangka untuk mengunggah komentar di Facebook, akun surat elektronik milik tersangka, dan sebuah notebook.

Saat ditampilkan di publik, tersangka AP Hasanuddin mengenakan baju tahanan berwarna oranye dengan nomor tahanan 66.

Vivid menjelaskan Tim Patroli Siber Bareskrim Polri sebelumnya telah menemukan komentar bermuatan ujaran kebencian yang ditulis oleh tersangka AP Hasanuddin. Kemudian, Bareskrim Polri menerima aduan dari Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Nasrullah pada Selasa (25/4).

"Sebelum dilaporkan, kami sudah menemukan adanya ujaran kebencian melalui Patroli Siber kami," kata Vivid.

Vivid menjelaskan tersangka AP Hasanuddin mengomentari akun Ahmad Fauzan pada unggahan akun Thomas Djamalauddin.

Dalam komentarnya, tersangka menulis kalimat "Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam Global dari gema pembebasan? Banyak bacot emang!!!! sini saya bunuh kalian satu-satu," tulis AP Hasanuddin.

Bareskrim kemudian melakukan analisa karakteristik psikologis atau profiling terkait pernyataan ancaman tersebut serta meminta keterangan dari para ahli, baik ahli bahasa, ahli informasi dan transaksi elektronik (ITE), dan ahli pidana.

Hasilnya, kata Vivid, komentar itu ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat dengan menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan/atau ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi melalui media elektronik.

"Kejadian kata-kata itu disampaikan oleh yang bersangkutan di wilayah Jombang tanggal 21 April, sekitar jam 15.30 WIB. Setelah menemukan identitasnya, kami melakukan pemeriksaan saksi ahli dari ITE, pidana, dan bahasa; dan kami tetapkan sebagai tersangka dan kemarin (Minggu, 30/4) sudah kami amankan di wilayah hukum Jombang," ujar Vivid.

AP Hasanuddin disangkakan dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Penyidik juga menyangkakan dengan Pasal 45B juncto Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.