Fraksi PDIP : OP Elpiji Bukan Solusi

id op bukan

"Operasi pasar (OP) elpiji tiga kilogram bersubsidi yang sudah dilakukan kurang efektif dan bukan solusi jangka panjang"
Mataram, (Antara NTB)- Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menilai kegiatan operasi pasar elpiji tiga kilogram bersubsidi yang dilakukan pemerintah setempat bukan solusi jangka panjang mengatasi kelangkaan dan tingginya harga elpiji.

"Operasi pasar (OP) elpiji tiga kilogram bersubsidi yang sudah dilakukan kurang efektif dan bukan solusi jangka panjang," kata anggota Fraksi PDI-P DPRD Kota Mataram I Wayan Wardana di Mataram, Jumat.

Saat penyampaian pemandangan umum fraksi terhadap empat paket rancangan peraturan daerah yang berlangsung, Kamis (22/1), Wardana mengatakan, masalah kelangkaan dan tingginya harga elpiji tiga kilogram saat ini perlu disikapi secara serius oleh eksekutif bersama pihak-pihak terkait.

Ini dilakukan mengingat masih lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap agen dan pangkalan penyalur elpiji tiga kilogram bersubsidi dalam melakukan distribusi.

Untuk itu, perlu adanya validasi data pengguna elpiji tiga kilogram bersubsidi dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) bekerja sama dengan pihak kelurahan sesuai dengan kuota elpiji tiga kilogram untuk Kota Mataram.

"Hal itu dimaksudkan agar rantai distribusi bisa dikurangi sehingga masyarakat dapat membeli elpiji tiga kilogram bersubsidi dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.750 per tabung," katanya.

Suara senada juga dikemukakan Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Mataram Misban Ratmaji yang mendesak Depo Pertamina Lombok menindak tegas, bila perlu membekukan izin operasional pangkalan elpiji tiga kilogram bersubdisi yang menjual elpiji di atas harga tidak wajar.

"Setelah kami turun ke lapangan, masalah tingginya harga elpiji tiga kilogram bersubdisi di tingkat pengecar berawal dari pangkalan nakal," ujarnya.

Politisi dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini mengatakan, dari hasil pengecekan di lapangan yang telah dilakukan beberapa waktu lalu, pihaknya banyak menemukan pangkalan menjual elpiji dengan harga yang tidak wajar yakni di atas Rp20 ribu per tabung.

Padahal Pertamina memberikan harga ke agen sebesar Rp12.000 per tabung, sementara agen menjual ke pangkalan sebesar Rp14.000, sehingga maksimal pangkalan menjual ke pengecer Rp16.000 per tabung.

"Dengan demikian, pengecer menjual ke konsumen paling tinggi Rp18.000 per tabung. Selisih keuntungan Rp2.000 per titik ini masih bisa ditoleransi," katanya.

Tetapi, lanjutnya, pada kenyataannya harga elpiji tiga kilogram bersubdisi ke rumah tangga bisa mencapai Rp25 ribu per tabung bahkan lebih.

"Untuk itu, Pertamina harus mencari tahu dan segera bertindak tegas para pemilik pangkalan, karena izin pangkalan ini sepenuhnya menjadi kewenangan Pertamina," katanya. (*)