LBH-SI Pertanyakan MoU Kejati NTB Dengan PLN

id pln ntb

LBH-SI Pertanyakan MoU Kejati NTB Dengan PLN

Direktur LBH-SI M Taufik Budiman, Rabu, usai bertemu dengan pihak Kejati NTB, terkait kasus Dugaan Korupsi di tubuh PT PLN NTB. (1)

"Kalau memang benar ada MoU antara Kejati NTB dengan pihak PLN, maka hal itu harus dikesampingkan dulu agar penyelidikan tetap berjalan,"
Mataram, (AntaraNTB) - Lembaga Badan Hukum Solidaritas Indonesia (LBH-SI) mempertanyakan nota kesepahaman (memorandum of understanding - MoU) antara Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah setempat.

"Kalau memang benar ada MoU antara Kejati NTB dengan pihak PLN, maka hal itu harus dikesampingkan dulu agar penyelidikan tetap berjalan," kata Direktur LBH-SI Taufik Budiman usai bertemu Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB I Made Sutapa di ruangannya, Rabu.

Pertanyaan itu dilayangkannya usai mengklarifikasi perkembangan laporan yang diserahkan pada awal Februari lalu, mengenai adanya dugaan korupsi di tubuh PLN.

"Dugaan ini dilaporkan sejak tiga pekan lalu, tapi sampai sekarang LBH-SI selaku pelapor belum juga dipanggil untuk dimintai keterangan. Tim penyelidik juga baru dibentuk berdasarkan surat penugasan Kajati NTB," ujarnya.

Jika tahap penyelidikan terkendala karena adanya MoU dengan PT PLN Wilayah NTB, kata dia, maka pihaknya siap mencabut laporan tersebut dan melimpahkannya ke pihak Kejaksaan Agung.

"Laporan ini tidak bisa ditunda, harus segera ditindaklanjuti, karena listrik adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan PLN merupakan perusahaan milik negara. Jadi yang dirugikan itu negara dan seluruh masyarakat," ujarnya.

Besar kerugian negara yang dilaporkan LBH-SI diketahui dari dua perusahaan pemilik mesin pembangkit listrik bertenaga diesel di wilayah Sumbawa dan Bima, dalam penafsirannya itu dirincikan mencapai Rp154 miliar.

"Itu baru di dua pembangkit, angka itu didapat dari selisih harga bahan bakar minyak jenis Marine Fuel Oil (MFO) dengan High Speed Diesel (HSD) atau solar. Selisih harganya Rp3.000, lebih mahal solar," ucapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, Jika ditelusuri dan diketahui bersama, di NTB masih ada lagi pembangkit yang bertenaga diesel, seperti di wilayah Paok Motong, Kabupaten Lombok Timur, dan di Tanjung Karang, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.

"Pembangkit bertenaga diesel yang terletak di Paok Motong itu daya yang dihasilkan lebih besar dari pada di Bima dan Sumbawa. Kalau ditelusuri, disana juga ada dugaan terjadinya korupsi dalam penggunaan BBM untuk mengoperasikan mesinnya," ujar Taufik Budiman.

Diketahui, LBH-SI melaporkan PT PLN NTB atas dugaan telah memasok BBM yang tidak sesuai dengan standar mesin pembangkit milik perusahaan. Laporan itu sesuai dengan laporan perusahaan pemiliki mesin pembangkit yang telah merasa dirugikan terhadap penggunaan BBM yang tidak sesuai standar operasi yakni menggunakan MFO.

Namun, dari pihak perusahaan terpaksa harus menerima pasokan BBM tersebut, jika tidak maka ketersediaan listrik untuk masyarakat tidak dapat terpenuhi. Hal tersebut, membuat perusahaan merasa dirugikan dan membuat daya tahan mesin menjadi turun.

"Kalau sering menggunakan BBM solar, yang seharusnya mesin itu menghasilkan daya sampai 10 megawatt, kini hanya mampu 7 megawatt. Jelas pihak perusahaan merasa dirugikan," ujar Taufik Budiman.(*)