HKTI NTB minta Bulog berani bersaing

id Willgo Zainar

HKTI NTB minta Bulog berani bersaing

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Nusa Tenggara Barat H Willgo Zainar. (1)

"Bulog harus berani bersaing harga dengan pengusaha beras dari Pulau Jawa"
Mataram,(Antara NTB) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) berani bersaing dengan pengusaha besar dalam membeli gabah hasil produksi petani, sehingga ketahanan pangan tetap terjaga.

"Bulog harus berani bersaing harga dengan pengusaha beras dari Pulau Jawa, jangan karena beda Rp25 per kilogram tidak jadi beli beras petani," kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) wilayah NTB H Willgo Zainar, di Mataram, Jumat.

Bulog, kata dia, juga harus fleksibel dalam penentuan harga beli gabah dan beras produksi petani. Artinya harus mengikuti mekanisme pasar dan tidak berkutat pada harga pembelian pemerintah (HPP).

HPP gabah kering panen (GKP) Rp3.700/kg, gabah kering giling (GKG) Rp4.600/kg, dan beras Rp7.300/kg.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra NTB, ini mengatakan harga gabah dan beras diatur oleh mekanisme pasar. Oleh sebab itu, petani tentu akan memilih menjual kepada pembeli yang berani memberikan harga yang menguntungkan.

"Makanya Bulog harus fleksibel terkait harga beli agar bisa bersaing dengan pengusaha dan pro aktif melihat kondisi pasar," ujarnya.

Dengan fleksibilitas harga beli, kata dia, Bulog akan mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras untuk ketahanan pangan secara nasional dan di daerah.

Bulog NTB sendiri saat ini tidak memiliki stok memadai dalam rangka mendukung ketahanan pangan daerah. Oleh sebab itu, penyaluran beras untuk warga miskin pada Februari masih ditunda.

Bulog Divre NTB berencana mendatangkan beras dari Bulog Divre Jawa Timur sebanyak 7.000 ton untuk kebutuhan penyaluran raskin. Namun, Pemerintah Provinsi NTB menolak.

Melihat kondisi ini, Willgo, menilai Pemerintah Provinsi NTB harus mau menerima beras dari daerah lain dan menghilangkan dulu egonya sebagai daerah penghasil beras demi kebutuhan rakyat miskin.

"Urusan perut rakyat jadi nomor satu. Sambil menunggu Bulog menyerap gabah dan beras petani, pemerintah daerah harus mau menerima beras dari luar kalau memang itu untuk raskin," ucap anggota Komisi XI DPR ini. (*)