BNNK Mataram Siapkan Rakor Penguatan Lembaga Rehabilitasi

id BNNK Mataram

BNNK Mataram Siapkan Rakor Penguatan Lembaga Rehabilitasi

"Sasaran kami adalah pusat layanan rehabilitasi narkoba, instansi pemerintah dan masyarakat"
Mataram (Antara NTB)- Badan Narkotika Nasional Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyiapkan kegiatan rapat koordinasi penguatan lembaga rehabilitasi pecandu narkoba.

"Sasaran kami adalah pusat layanan rehabilitasi narkoba, instansi pemerintah dan masyarakat sebanyak 25 orang yang akan berlangsung Rabu (8/3)," kata Kepala Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Mataram Nur Rachmat di Mataram, Selasa.

Ia mengatakan, rapat koordinasi penguatan lembaga rehabilitasi itu dimaksudkan untuk menyamakan visi misi dan standar pelayanan kepada para pengguna dan pecandu narkoba.

Dengan demikian, dimanapun pecandu narkoba di rehabilitasi baik itu di rumah sakit, puskesmas, maupun lembaga kemasyarakatan lainya, mendapatkan standar pelayanan yang sama.

"Di setiap puskesmas di Kota Mataram kami siapkan satu dokter, satu psikolog dan satu para medis yang sudah dilatih," sebut Nur Rahmat yang ditemui di kantor Wali Kota Mataram.

Rapat koordinasi itu, sambungnya, sekaligus untuk memberikan dukungan rawat jalan kepada para pecandu narkoba, artinya, jika ada pasien yang ingin rawat jalan, BNNK Mataram siap memberikan dukungan sesuai kebutuhan.

"Penguatan kelembagaan rehabilitasi ini penting, karena tidak ada gunanya kita melakukan pemberantasan narkoba jika pencandunya tidak kita rehabilitasi," ujarnya.

Berdasarkan data BNNK Mataram, jumlah pecandu narkoba yang saat ini sedang mengikuti rawat jalan di Klinik Pratama BNNK Mataram sebanyak 35 orang dari Januari-Februari.

Sementara pada tahun 2016 tercatat sebanyak 175 orang, namun dari 175 orang itu, sebanyak 40 persen atau sekitar 70 orang dianggap DO (drop out) karena tidak dapat menyelesaikan proses rawat jalan yang telah dijadwalkan.

"40 persen pecandu yang DO ini dengan berbagai alasan, dan karena putus kontak sehingga kami tidak bisa menghubungi mereka," ujarnya.

Untuk menghidari adanya kasus DO dalam proses rehabilitasi itu, pihaknya menilai penting dilakukan proses koordinasi penguatan kelembagaan rehabilitasi. (*)