Perusahaan Taksi Daring Tunggu Ketegasan Gubernur NTB

id Taksi Online

Perusahaan Taksi Daring Tunggu Ketegasan Gubernur NTB

"Kami siap membayar pajak ke daerah. Tinggal regulasinya berapa yang harus kami bayar"
Mataram (Antara) - Manajemen perusahaan taksi daring (Uber) masih menunggu ketegasan Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH Muhammad Zainul Majdi terkait batasan kuota armada dan besaran pajak yang harus dibayarkan ke daerah.

"Kami siap membayar pajak ke daerah. Tinggal regulasinya berapa yang harus kami bayar. Itu bisa diatur melalui peraturan daerah atau peraturan gubernur," kata Pimpinan Cabang Uber Nusa Tenggara Barat (NTB) Iwan Balukea, di Mataram.

Pihaknya sudah mengurus berbagai perizinan di tingkat Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kota Mataram, mulai dari izin lingkungan hingga izin gangguan (HO).

Sebagai perusahaan aplikasi, Uber juga sudah membuat domisili di Kota Mataram dan membuat nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Namun izin operasional dari Dinas Perhubungan NTB belum diterbitkan dengan alasan masih menunggu revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 tahun 2017 yang beberapa pasalnya dianulir oleh Mahkamah Agung.

"Meskipun belum ada izin operasional, kami tetap jalan. Ada 200 armada yang beroperasi. Tidak ada yang bisa melarang karena kami perusahaan berbasis aplikasi," ujarnya.

Iwan mengatakan Dinas Perhubungan NTB memberi syarat bahwa Uber harus membatasi armada maksimal 500 unit. Namun syarat itu masih dipertimbangkan karena Uber sifatnya fleksibel.

"Kami siap 500 unit, tapi hanya 200 yang kami jual. Nanti 300 unit dibuka saat libur Natal dan tahun baru. Itu bentuk pembinaan agar pengusaha tidak bangkrut," ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa operasional armadanya tidak mengganggu aktivitas angkutan konvensional yang ada di beberapa titik, seperti Terminal Mandalika Mataram, Pelabuhan Lembar Kabupaten Lombok Barat, Bandara Internasional Lombok dan kawasan wisata Mandalika Kuta di Kabupaten Lombok Tengah, serta Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara.

"Lima lokasi itu masuk dalam `Red zone`. Armada kami tidak boleh masuk meskipun punya hak. Itu kami lakukan untuk menghargai rekan-rekan angkutan konvensional yang mencari rezeki di lokasi tersebut," ucapnya.

Iwan juga berharap agar Pemerintah Provinsi NTB tegas terhadap perusahaan angkutan berbasis aplikasi lainnya yang belum mengurus perizinan sehingga tercipta keadilan.

"Kami juga mengimbau angkutan konvensional gak usah panik. Bertahan saja karena hidup ini juga pilihan. Perusahaan aplikasi juga punya kelemahan, jadi biar seleksi alam," katanya. (*)