Jakarta (ANTARA) - Era disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi menghadirkan tantangan baru dalam pemberantasan korupsi. Teknologi digital, di satu sisi, menawarkan peluang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, namun di sisi lain membuka celah baru untuk korupsi.
Tulisan ini mengkaji tantangan dan peluang pemberantasan korupsi di era digital serta menawarkan solusi inovatif yang memanfaatkan teknologi dan data untuk memerangi korupsi.
Korupsi merupakan penyakit kronis yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan menghambat pembangunan.
Di dunia serbadigital ini pemberantasan korupsi menghadapi berbagai tantangan. Di satu sisi, teknologi digital telah membuka celah baru untuk korupsi. Teknologi seperti internet, e-commerce, dan mobile banking membuka peluang untuk suap online, penggelapan dana elektronik, penyalahgunaan data pribadi, maupun bentuk-bentuk penyalahgunaan lain.
Di sisi lain, pemberantasan korupsi semakin kompleks di tengah disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi sehingga membutuhkan pendekatan inovatif.
Era big data dan data analytics menghadirkan tantangan dalam mengelola dan menganalisis data secara efektif untuk mendeteksi dan mencegah korupsi.
Di samping itu, keterbatasan kapasitas lembaga penegak hukum menjadi tantangan tersendiri. Lembaga penegak hukum belum sepenuhnya siap menghadapi kompleksitas korupsi di era digital sehingga membutuhkan peningkatan kapasitas dalam hal teknologi dan sumber daya manusia.
Beberapa contoh kasus korupsi yang terjadi di era disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi adalah korupsi e-KTP yang terjadi pada 2011--2013.
Kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini mencapai Rp2,6 triliun. Kasus korupsi e-KTP merupakan salah satu perkara korupsi terbesar di Indonesia yang melibatkan penggelapan dana dalam proyek pembuatan e-KTP. Para pelaku memanfaatkan sistem pengadaan barang dan jasa elektronik (e-procurement) untuk melakukan manipulasi data dan menggelembungkan atau mark-up harga.
Selain kerugian materiil, akibat lain yang ditimbulkan dalam kasus ini adalah munculnya keraguan terhadap keabsahan data e-KTP, pelayanan publik yang membutuhkan data e-KTP terhambat, serta turunnya kepercayaan publik terhadap Pemerintah.
Kasus lain adalah korupsi dana Bansos COVID-19 pada 2020 dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp10 triliun. Kasus korupsi dana bansos COVID-19 marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Para pelaku memanfaatkan sistem penyaluran bansos secara online untuk melakukan manipulasi data penerima dan menggelembungkan jumlah bansos yang dibagikan.
Akibat korupsi dana Bansos COVID-19 ini, penyaluran bansos kepada masyarakat yang berhak menjadi terhambat dan kesenjangan sosial di tengah pandemi COVID-19 semakin parah. Kasus ini juga menimbulkan kemarahan dan kekecewaan masyarakat.
Korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) pada 2020 diperkirakan mengakibatkan kerugian negara hingga Rp10 triliun. Kasus korupsi pengadaan alkes di era pandemi COVID-19 juga menjadi contoh bagaimana teknologi digital dan turbulensi data informasi dimanfaatkan untuk melakukan korupsi. Para pelaku memanfaatkan platform e-commerce untuk melakukan pengadaan alkes fiktif dan menggelembungkan harga.
Akibat kasus ini, penanganan pandemi COVID-19 menjadi terhambat, memicu kelangkaan alkes di beberapa rumah sakit, bahkan menimbulkan korban jiwa akibat keterlambatan penanganan pasien.
Dampak signifikan
Korupsi di era disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi secara signifikan memiliki dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek, antara lain, menurunkan kepercayaan publik terhadap Pemerintah. Korupsi dapat menggerogoti kepercayaan publik terhadap Pemerintah dan melemahkan institusi demokrasi.
Korupsi juga dapat menghambat investasi, pertumbuhan ekonomi, memperparah kesenjangan sosial, menyebabkan inefisiensi, dan pemborosan dalam pengelolaan keuangan negara, yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan biaya hidup masyarakat serta menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif dan menghambat investasi asing.
Ada beberapa peluang pemberantasan korupsi di era digital ini, yaitu dengan penggunaan teknologi digital itu sendiri, data analytics serta teknologi blockchain.
Teknologi digital dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi akses informasi publik, seperti pengadaan barang dan jasa, anggaran pemerintah, dan data keuangan. Sementara data analytics dapat membantu mendeteksi dan mencegah korupsi. Data analytics dapat digunakan untuk menganalisis pola transaksi keuangan, mengidentifikasi potensi korupsi, dan melacak aliran dana korup.
Adapun teknologi blockchain dapat meningkatkan integritas data. Teknologi blockchain dapat digunakan untuk mengamankan data dan meningkatkan integritas data dalam proses pengadaan barang dan jasa, pembayaran pajak, dan layanan publik lainnya.
Solusi inovatif
Ada beberapa solusi untuk memberantas korupsi di era digital. Pertama dengan pengembangan platform antikorupsi berbasis teknologi digital. Platform ini dapat digunakan untuk melaporkan kasus korupsi, mengakses informasi publik, dan memantau kinerja lembaga publik.
Kedua, pemanfaatan data analytics untuk mendeteksi dan mencegah korupsi. Lembaga penegak hukum perlu meningkatkan kapasitas dalam menggunakan data analytics untuk mendeteksi pola transaksi keuangan yang mencurigakan dan mencegah korupsi sebelum terjadi.
Ketiga, pengembangan sistem e-procurement yang transparan dan akuntabel. Sistem e-procurement yang transparan dan akuntabel dapat membantu mencegah korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Keempat, peningkatan kapasitas lembaga penegak hukum dalam bidang teknologi dan data. Lembaga penegak hukum perlu dibekali dengan pelatihan dan pengetahuan tentang teknologi digital dan data analytics untuk memerangi korupsi di era digital.
Pemberantasan korupsi di era disrupsi teknologi dan turbulensi data informasi, selain membutuhkan pendekatan inovatif yang memanfaatkan teknologi dan data, juga membutuhkan pendekatan yang komprehensif.
Oleh karena itu Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap penggunaan teknologi digital serta meningkatkan kapasitas lembaga penegak hukum dalam mendeteksi dan mencegah korupsi di era digital.
Masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran akan bahaya korupsi dengan cara aktif dalam mengawasi kinerja Pemerintah.
*) Lucky Akbar adalah ASN di Kementerian Keuangan