Kejari Mataram telusuri nilai pungli Kepala Disdik

id Kejari Mataram,Telusuri Nilai Pungli,Kepala Disdik Mataram

Kejari Mataram telusuri nilai pungli Kepala Disdik

Ilustrasi.

Untuk mengetahui ada pungli atau tidak, kita agendakan pemeriksaan saksi dari kalangan kepala sekolah. Indikasi punglinya di sana
Mataram (Antaranews NTB) - Jaksa penyidik Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menelusuri keterangan saksi terkait nilai pungutan liar yang diduga dilakukan oleh tersangka Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Mataram Sudenom.

"Untuk mengetahui ada pungli atau tidak, kita agendakan pemeriksaan saksi dari kalangan kepala sekolah. Indikasi punglinya di sana," kata Kasi Pidsus Kejari Kataram Andritama Anasiska di Mataram, Jumat.

Dalam upaya penelusuran itu, Andritama menegaskan bahwa penyidik jaksa tidak mengikutsertakan peran lembaga yang biasa diminta oleh aparat penegak hukum untuk melihat potensi kerugian sebuah kasus, salah satunya BPKP.

"BPKP Untuk kasus ini tidak perlu, kita bisa lihat dari pemeriksaannya. Tunggu saja, kan ini belum semua (pemeriksaan)," ujarnya.

Karena itu, Andritama kembali menjelaskan bahwa penyidik jaksa masih fokus dalam agenda pemeriksaan saksi dari kalangan kepala sekolah yang ada di lingkup Pemkot Mataram.

"Kita periksa semuanya (kepala sekolah). Pemeriksaannya kita lakukan secara acak," ucapnya.

Untuk pemeriksaan di kalangan pejabat dinas, Andritama mengungkapkan bahwa penyidik jaksa belum mengagendakan hal tersebut. Arah pemeriksaan di kalangan pejabat dinas akan dilakukan setelah keterangan seluruh kepala sekolah dirampungkan dalam berkas penyidikan.

"Pejabat dinas dan kepala dinas belum, kita selesaikan yang ini dulu (pemeriksaan kepala sekolah)," ujarnya.

Penyidikan ini dilanjutkan untuk memperkuat alat bukti dari penetapan tersangkanya yang menduga dana pungli tersebut digunakan untuk membiayai pengobatan dan perjalanan dinas.

Pungli yang dituduhkan kepada tersangka Sudenom mencapai Rp2 miliar dari 140 SD dan SMP di Kota Mataram. Nilainya bervariasi antara Rp1,5 juta sampai Rp2,5 juta setiap sekolah.

Menurut informasi setoran dari masing-masing sekolah itu diberikan berdasarkan adanya SPJ dari tersangka. Setiap kepala sekolah kemudian diminta untuk mengganti setorannya dari dana bantuan operasional sekolah (BOS). (*)