Polda NTB ungkap penjualan merkuri kalangan penambang

id Cairan merkuri,Polda ntb,Tim indagsi,Kasus merkuri

Polda NTB ungkap penjualan merkuri kalangan penambang

Petugas menunjukkan barang bukti cairan merkuri yang masih dalam kemasan botol merk Gold ukuran 1 kilogram di Mapolda NTB, Jumat, (20/7/2018). (Foto Antaranews NTB/Sadim)

Barang bukti yang ditemukan ada sebanyak 15 botol dengan per botolnya berisi 1 kilogram. Jadi total keseluruhan yang diamankan mencapai 15 kilogram
 Mataram, (Antaranews NTB) - Tim Penindakan Industri, Perdagangan, dan Investasi (Indagsi) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, mengungkap kasus penjualan cairan merkuri di kalangan penambang emas rakyat yang ada di Pulau Lombok dan Sumbawa.

 Kasubbid I Bidang Indagsi Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Feri Jaya Satriansyah di Mataram, Jumat, mengatakan kasus penjualan cairan kimia yang tergolong beracun dan berbahaya ini terungkap dari temuan tim di wilayah Narmada, Kabupaten Lombok Barat.

 "Barang bukti merkuri kita amankan dari seorang pria yang diduga berperan sebagai distributornya. Bisa disebut bandar untuk NTB," kata Feri Jaya.

 Pria yang diduga berperan sebagai distributor tersebut berinisial HMS (68), pensiunan PNS asal Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Tim Indagsi Polda NTB mengamankan barang bukti cairan berwarna perak ini dari rumahnya pada Rabu (18/7) siang.

 "Barang bukti yang ditemukan ada sebanyak 15 botol dengan per botolnya berisi 1 kilogram. Jadi total keseluruhan yang diamankan mencapai 15 kilogram," ujarnya.

 Menurut keterangan yang diperoleh dari HMS, cairan merkuri tersebut didapat melalui pemesanan online di Jakarta. Penjualan ke kalangan penambang emas rakyat sudah dilakoni HMS sejak Tahun 2016.

 "Bentuknya dikirim dalam bentuk paketan. Satu paket isinya 25 botol, jadi totalnya 25 kilogram, yang kita amankan ada 15 botol, 10 lainnya diakui sudah laku terjual," ucap Feri Jaya.

 Untuk per botolnya, HMS menjual ke kalangan penambang emas rakyat dengan kisaran harga Rp1,3 juta. Dengan harga tersebut, HMS dikatakan sudah bisa meraup keuntungan sampai Rp500 ribu per botolnya.

 "Tergantung ketersediaan di pasaran. Kalau langka harganya bisa semakin besar untungnya," kata Feri Jaya.

 Lebih lanjut, pihak kepolisian hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Melainkan HMS yang berperan sebagai pemiliknya masih dalam status saksi.

 "Statusnya masih sebagai saksi. Karena masih ada rangkaian pemeriksaan yang harus kita lakukan untuk penetapan tersangka," ujarnya.

 Terkait dengan pelanggaran pidana dalam kasus ini, tersangka akan disangkakan dengan Pasal 106 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Pasal 62 Juncto Pasal 8 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.(*)