Gugatan perdata ditolak, tersangka penggelapan Rp3 miliar ajukan banding

id Penggelapan material bangunan

Gugatan perdata ditolak, tersangka penggelapan Rp3 miliar ajukan banding

Ilustrasi (Ist)

Tapi sekarang penyidik masih menunggu putusan perdatanya. Kalau itu sudah keluar, penanganan pidananya dilanjutkan
Mataram, (Antaranews NTB) - Tersangka yang terancam pidana penjara empat tahun kasus penggelapan dan penipuan material bangunan mencapai Rp3 miliar, berinisial YNI, mengajukan banding setelah gugatan perdatanya ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada 6 September 2018.

Juru bicara Pengadilan Negeri Mataram Didiek Jatmiko, di Mataram, Kamis, mengatakan upaya hukum banding dari perkara perdata bernomor: 76/Pdt.G/2018/PN Mtr, telah terdaftar di Pengadilan Negeri Mataram pada 10 September 2018.

"Tiga hari setelah bandingnya dimohonkan, Kamis, 13 September 2018 memori bandingnya diterima," kata Didiek.

Sebelum perkara perdatanya masuk pengadilan, penyidik kepolisian Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda NTB telah menetapkan YNI sebagai tersangka kasus pidana penggelapan dan penipuan.

Kabid Humas Polda NTB AKBP I Komang Suartana, menegaskan bahwa penanganan pidana penggelapan dan penipuannya sudah masuk tahap pemberkasan.

"Tapi sekarang penyidik masih menunggu putusan perdatanya. Kalau itu sudah keluar, penanganan pidananya dilanjutkan," kata Suartana.

Statusnya sebagai tersangka berawal dari adanya laporan pihak tergugat, yakni PT Catur Sentosa Adiprana (CSA) Tbk, distributor material bangunan yang merasa telah dirugikan oleh YNI hingga Rp3 miliar.

Nominal angka kerugian itu muncul ketika YNI melalui Toko Yeniwati di Lombok, pada kurun waktu September 2016 hingga Januari 2017 melakukan puluhan kali pemesanan material bangunan kepada PT CSA. Pesanan dengan jumlah tagihan Rp2,89 miliar tersebut menjadi bermasalah ketika YNI tidak memenuhi janjinya melakukan pembayaran.

Sebelum masuk ke ranah pidana, kasus ini sempat diupayakan selesai melalui jalur mediasi.

Namun menurut keterangan penyidik kepolisian, tersangka tidak juga menunjukan iktikat baik untuk membayar atau mengembalikan barang PT CSA.

Karena itu, penyidik kepolisian melanjutkan penanganan perkara pidananya sampai kemudian menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dengan nomor: B/06/IV/2018/Dit Reskrimum, tertanggal 5 April 2018.

Selanjutnya pada 23 April 2018, kasus yang masuk tahap penyidikan tersebut menetapkan YNI sebagai tersangka dengan pelanggaran pidana pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Kasi Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Kejati NTB Armansyah Lubis melihat perkara perdatanya masuk ke Pengadilan Negeri Mataram dengan gugatan wanprestasi (pelanggaran perjanjian kerja sama).

"Kalau dalam hukum perdata, namanya wanprestasi. Ada salah satu pihak yang tidak memenuhi janji yang telah disepakati," kata Armansyah Lubis.

Saat disinggung terkait perkaranya yang juga sedang berjalan dalam ranah pidana di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, apakah sudah dikoordinasikan dengan pihak jaksa, Armansyah Lubis mengaku belum mengetahuinya.

"Terkait pidananya itu, sampai saat ini kita belum terima apa-apa dari kepolisian. Jadi kita belum tahu jelas seperti apa perkara pidananya," ujarnya pula.

Meski demikian, secara umum dia menjelaskan, jika perdatanya lebih dulu maju ke persidangan, maka penanganan perkara pidana di penyidik kepolisian belum bisa dilanjutkan sampai putusan perdatanya memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).

"Tunggu putusan perdatanya dulu baru bisa lanjut pidananya. Nantinya putusan perdatanya ini bisa jadi acuan dalam penanganan pidananya," ujar Lubis.(*)