Wali Kota: ingin sejahterakan pekerja melalui UMK

id Wali Kota ,Mataram,UMK,Ahyar Abduh

Wali Kota: ingin sejahterakan pekerja melalui UMK

Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh.

Kita inginnya UMK naik agar tenaga kerja sejahtera tetapi untuk menetapkan UMK kami tidak bisa mengambil keputusan sendiri
Mataram (Antaranews NTB)- Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh mengaku mempunyai keinginan untuk mensejahterakan pekerja melalui kenaikan upah minimum kota (UMK), namun di sini lain kondisi para pengusaha juga perlu diperhatikan.

"Kita inginnya UMK naik agar tenaga kerja sejahtera tetapi untuk menetapkan UMK kami tidak bisa mengambil keputusan sendiri," katanya kepada sejumlah wartawan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa.

Dikatakan, untuk menetapkakan UMK tidak bisa sembarangan sebab harus mempertimbangkan banyak hal termasuk dengan kondisi perekonomin dan perusahaan pascabencana gempa bumi.

Oleh karena itu, pemerintah kota akan melakukan kajian kembali secara mendalam terhadap kemungkinan kenaikan UMK tahun 2019, sesuai dengan telah naiknya upah minimum provinsi (UMP) yang saat ini telah ditetapkan Rp2.012.610.

"Idealnya memang harus naik agar semua sejahtera, tapi tidak bisa sembarangan karena banyak hal yang harus dipertimbangkan, agar kondusifitas perkembangan ekonomi d kota ini bisa tetap terjaga," ujarnya.

Apalagi, sambungnya, para pengusaha menolak apabila UMK dinaikan. Karenanya, kenaikan UMK perlu dikaji kembali dan mendengarkan banyak pihak agar keputusan yang diambil dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan tidak sekedar penetapan di atas kertas.

"Kita juga tidak ingin karena hanya kepentingan satu pihak pengusaha `gulung tikar`, akibatnya yang rugi juga kita," katanya.

Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Mataram H Didi Sumardi mengatakan, apabila berbagai variabel menjadi indikator pengambil keputusan tidak dinaikkannya UMK disampaikan secara terbuka dan objektif maka para pekerja akan memahami hal itu.

"Yang penting alasan jangan mengada-ada dan tim tidak melakukan satu telaah dengan dalil-dalil yang tidak kuat," katanya.

Hal itu disampaikan politisi Partai Golkar ini menanggapi rencana pemerintah kota yang tidak akan menaikan standar UMK untuk tahun 2019, sehingga besaran UMK tahun 2019 sama dengan UMK tahun 2018 yakni sebesar Rp1.863.524.

Besaran UMK tahun 2018 itu, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB Nomor 561-896, yang diterima Pemerintah Kota Mataram pada tanggal 28 November 2017.

Salah satu alasan pemerintah kota tidak menaikannya UMK tahun 2019, karena kondisi daerah masih dalam masa pemulihan pascabencana gempa bumi, yang berdampak pada berbagai sektor.

Didi mengatakan, alasan kebencanaan yang disampaikan pemerintah kota itu juga harus dianalisa seberapa lama faktor itu akan berpengaruh.

"Saya belum bisa ukur. Tapi kalau untuk hotel, objektif kita akui begitu gempa sebagian besar tingkat hunian turun, bahkan ada yang nol," katanya.

Namun demikian, lanjutnya, kondisi itu perlu dikonfirmasi dan didalami secara akurat berdasarkan data faktual agar bisa memprediksi seberapa lama dampak gempa bumi terjadi.

"Dalam hal ini, kita tidak bisa main kira-kita sebab keputusan harus diambil berdasarkan data-data akurat," katanya lagi. (*)