Dinas Pariwisata Lombok Timur berjuang bangkitkan pariwisata

id Lombok Timur,Dinas Pariwisata

Dinas Pariwisata Lombok Timur berjuang bangkitkan pariwisata

Pantai Pink Lombok Timur.

Prioritas utama kami mengubah cara pandang masyarakat yang negatif terhadap dunia pariwisata menjadi positif. Dengan begitu, baru kita bisa memulai dari sisi teknis
Lombok Timur (Antaranews NTB) - Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), berjuang membangkitkan kembali sektor pariwisata pascagempa bumi dengan fokus pada upaya mengubah pandangan negatif masyarakat yang menganggap bencana alam terjadi akibat industri pariwisata.

"Prioritas utama kami mengubah cara pandang masyarakat yang negatif terhadap dunia pariwisata menjadi positif. Dengan begitu, baru kita bisa memulai dari sisi teknis," kata Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Mertawi, di Lombok Timur, NTB, Senin.

Menurut dia, gempa bumi berkekuatan 6-7 Skala Richter yang terjadi pada Juli-Agustus sangat berdampak terhadap sektor pariwisata di Kabupaten Lombok Timur.

Hal itu terlihat dari merosotnya tingkat kunjungan wisatawan, terutama ke Sembalun, yang menjadi salah satu pintu masuk pendakian Gunung Rinjani.

"Aktivitas pariwisata yang mati pascagempa juga mempengaruhi pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata," ujar Mertawi yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Adat Sembalun Lawang.

Pihaknya sudah merancang berbagai program untuk memulihkan sektor pariwisata. Namun yang paling pertama dilakukan adalah menciptakan pandangan positif masyarakat agar tidak mengkambinghitamkan pariwisata sebagai penyebab terjadinya bencana.

Upaya tersebut akan dibahas dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama serta para pelaku pariwisata.

Mertawi menambahkan hal utama yang perlu dibicarakan adalah bagaimana merancang dunia pariwisata dari semua sisi secara objektif.

"Jadi, kami ingin memulihkan sektor pariwisata dengan pola `botton up,` menyerap aspirasi dari bawah. Kalau tidak melakukan pendekatan secara kultural akan sulit. Saya pikir upaya tersebut hanya butuh waktu dua bulan, baru kita bergerak dari sisi teknis," ujarnya.

Salah seorang tokoh pemuda Sembalun, Rasyidin, mengakui bahwa ada pandangan negatif dari masyarakat di daerahnya terkait gempa bumi yang terjadi akibat perilaku yang berkembang di sektor pariwisata.

"Beberapa hari pascagempa, sekelompok warga melarang ada aktivitas wisata di Rumah Adat Sembalun. Bahkan, wartawan pun dihadang ketika akan meliput ke sana," ujarnya.

Sementara itu, Hamidun, Humas Karang Taruna Desa Sembalun Lawang yang juga pengelola Rumah Adat Bukit Selong di Sembalun, mengaku kunjungan wisatawan ke Rumah Adat Bukit Selong, di Desa Sembalun Lawang, sangat sepi pascagempa.

"Puncak kunjungan wisatawan ke rumah adat biasanya terjadi pada Juli-Agustus. Namun sekarang kondisinya sepi pascagempa. Rumah adat yang hancur juga belum terurus untuk perbaikan," ucapnya. (*)