Kasus penyelewengan dana desa 2018 turun

id dana ,desa,penyelewengan,kasus

Kasus penyelewengan dana desa 2018 turun

PROGRAM UNGGULAN DANA DESA UNTUK PENDIDIKAN Guru memberikan penjelasan kepada murid saat berlangsung proses mengajar di ruangan Meunasah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Desa Blang Krueng, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (27/11/2018). Pemerintah dan perangkat desa di daerah itu mengalokasi sebanyak 50 persen anggaran dana desa yang bersumber dari APBN untuk pendidikan di SDIT tersebut sebagai aset Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).ANTARA FOTO/Ampelsa/hp. (ANTARA FOTO/AMPELSA)

Samarinda (Antaranews NTB) - Kasus penyelewengan dana desa (DD) secara nasional terjadi penurunan, dari 1.000 kasus penyelewengan yang ditangani aparat penegak hukum pada 2017, turun menjadikan 826 kasus pada 2018.

"Pihak yang menangani kasus penyimpangan admnistrasi adalah Tim APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah," ujar Sekretaris Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kemendes PDTT, Hi Mukhlis dihubungi dari Samarinda, Minggu.

Jumlah desa di Indonesia 74 ribu, sehingga dengan jumlah kasus penyelewengan yang ditangani aparat sebanyak itu tergolong kecil. Meski demikian, pihaknya akan terus melakukan berbagai langkah agar kasus penyelewengan bisa diminimalisir, bahkan diharapkan tidak terjadi lagi.

Ia menjelaskan turunnya kasus penyelewengan DD menjadi 826 kasus karena pihaknya terus melakukan berbagai langkah, diantaranya bekerjasama dengan kepolisian dan KPK dalam pengawasan penggunaan DD, termasuk terus melakukan pelatihan guna menguatkan kapasitas kepala desa memanfaatkan DD.

Selaku kementerian teknis yang menangani dan mengelola DD, dia sudah membangun koordinasi dan komitmen dengan semua pihak, seperti pemprov, pemkab, aparat penegak hukum, bahkan dengan perguruan tinggi. Dalam kerja sama ini sudah ada nota kesepahaman yang dibuat.

Tujuannya, untuk mengadvokasi kepala desa dan perangkat desa dalam menggunakan DD, sehingga kepala desa merasa nyaman dan tidak was-was dalam mengalokasikan anggaran pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desanya.

Beberapa hari lalu, dia juga mengundang para Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa tingkat provinsi hingga kabupaten, satuan kerja, dan camat, mengikuti pertemuan di Jakarta guna menyamakan persepsi sehubungan dengan pelaksanaan UU Nomor 6/2014 tentang Desa, guna berdiskusi agar mendapatkan masukan demi perbaikan dan optimalisasi yang akan dilakukan kementerian ke depan.

Mukhlis mengemukakan 60 persen kepala desa hanya menamatkan pendidikan setingkat SMA. Bahkan ada sekian persen tidak sampai menamatkan pendidikan formal. Ini yang tetap diupayakan sehingga penggunaan DD bisa optimal, berkualitas, efektif, dan efisien.

Di sisi lain, dia juga mengupayakan standar pelaporan pertanggungjawaban keuangan di desa bisa lebih sederhana ketimbang saat ini yang dinilai terlalu rumit, agar dalam waktu setahun para kepala desa dan jajarannya tidak hanya berkutat pada pelaporan pertanggung jawaban.

"Selain laporan, serapan anggaran juga harus baik agar pembangunan dan pemberdayaan masyarakat juga bisa berjalan simultan. Kami sudah mengomunikasikan hal ini dengan Kemenkeu," ujarnya.

Terkait dengan pendampingan, dia terus melakukan evaluasi dan memonitor kinerja para pendamping desa. Kapasitas mereka juga ditingkatkan melalui berbagai pelatihan.*