Remaja Mataram ditangkap gara-gara ujaran kebencian terhadap pasangan capres

id ujaran kebencian,remaja mataram,pasangan capres

Remaja Mataram ditangkap gara-gara ujaran kebencian terhadap pasangan capres

Ilustrasi penyebar ujaean kebencian (Foto Antaranews NTB/Ist)

Dia mengaku dengan alasan tidak terima orang dari agama tertentu dalam memilih capres tertentu
Mataram (Antaranews NTB) - Kepolisian Resor Mataram, Nusa Tenggara Barat, menetapkan IS (20) sebagai tersangka dalam kasus ujaran kebencian terhadap salah satu pasangan calon presiden.

Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam di Mataram, Senin, membenarkan bahwa tim reserse mobile (resmob) telah mengamankan IS, pemilik akun Facebook yang mengunggah konten berisi ujaran kebencian.

Perbuatan IS, kata Saiful Alam, dikhawatirkan timbulkan rasa benci, permusuhan, dan ketersinggungan.

Melalui akun Facebook bernama Imran Kumis, pelaku mengunggah konten yang berisi ujaran kebencian pada hari Jumat (18/1), atau sehari setelah tayangan debat perdana capres dan cawapres.

Dalam unggahannya menyinggung Capres RI Joko Widodo dengan mengaitkan isu agama.

Unggahan tersangka pun mendapat sejumlah tanggapan negatif di kolom komentar. Bahkan, salah seorang kawan media sosialnya yang menegur unggahan tersebut tidak pantas untuk dipublikasikan. Hal ini mendapat tanggapan buruk dari tersangka.

Tersangka menanggapi komentar kawan media sosialnya itu dengan berfoto di depan rumah sambil menghunuskan pedang. Komentarnya pun terkesan menantang orang lain bahwa dirinya benar.

"Dia mengaku dengan alasan tidak terima orang dari agama tertentu dalam memilih capres tertentu," ujarnya.

Tim Satreskrim Polres Mataram yang menemukan persoalan ini langsung turun lapangan dan menangkap IS pada hari Sabtu (19/1) di rumahnya, Ampenan Tengah, Kota Mataram.

Barang bukti berupa satu unit telepon genggam merek Oppo A37F yang digunakan tersangka untuk mengunggah status, kartu identitas, dan pedang turut diamankan.

Akibat perbuatannya, tersangka IS dijerat dengan sangkaan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE).

Dalam aturan tersebut, tersangka terancam pidana paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.