Pemeriksaan tersangka Bank NTB Syariah tunggu audit BPK

id Bank NTB Syariah

Pemeriksaan tersangka Bank NTB Syariah tunggu audit BPK

(1)

Mataram (Antaranews NTB) - Pemeriksaan tersangka kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit Bank Nusa Tenggara Barat Cabang Dompu oleh Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kalau sudah rampung, baru dilanjut dengan pemeriksaan tersangka," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan, di Mataram, Rabu.

Terkait dengan progres audit yang telah dimintakan kepada pihak BPK NTB, Dedi mengatakan bahwa penyidik masih terus melakukan koordinasi dalam perhitungan kerugian negaranya.

"Jadi dari BPK belum selesai, masih proses," ujarnya pula.

Namun dalam perkembangan penanganannya, penyidik pada Selasa (19/2), telah melakukan pemeriksaan terhadap dua saksi ahli masing-masing di bidang pidana dan kerugian negara.

Kedua saksi ahli yang merupakan akademisi asal Jakarta dan Bandung itu, katanya lagi, memberikan kesaksian ke hadapan penyidik di ruang Pidsus Kejati NTB.

"Pemeriksaannya Selasa (19/2) kemarin, dua orang yang diperiksa, mereka akademisi dari Jakarta dan Bandung," ujarnya pula.

Kasus korupsi dalam dugaan pencairan kredit fiktif ini telah memunculkan peran dua tersangka, yakni Kepala Bank NTB Cabang Dompu berinisial SR, dan pihak penerima kredit modal kerja dari perusahan PDM berinisial SUR.

Dalam dugaan sementara, keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam pencairan kredit bernilai miliaran rupiah tersebut.

Salah satu alat bukti yang mendorong kasusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan dan dilanjutkan dengan penetapan tersangka, yakni adanya temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana yang tidak sehat senilai Rp6,2 miliar.

Data yang diperoleh, nominal Rp6,2 miliar muncul dari lima bentuk transaksi yang mengalir ke pihak debitur secara bertahap, mulai dari pencairan Rp3 miliar, Rp1,5 miliar, Rp1 miliar, Rp500 juta, hingga Rp200 juta.

Aliran dananya diduga masuk kepada oknum pejabat BPD NTB maupun pihak ketiga yang berperan sebagai mitra perbankan. Bahkan, terendus modus pencairannya yang tidak prosedural alias melanggar kesepakatan kontrak dengan mitra perbankan.