Mataram (ANTARA) - Penasihat hukum dari dua terdakwa perkara korupsi proyek pembangunan Shelter Tsunami Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat menyatakan siap mengajukan upaya hukum banding atas putusan pengadilan tingkat pertama.
"Kalau kami dari penasihat hukum pada dasarnya berharap bisa banding, tetapi kembali lagi ke prinsipal (pemberi kuasa)," kata Aan Ramadhan, penasihat hukum terdakwa satu, Aprialely Nirmala di Mataram, Kamis.
Dia mengatakan dirinya bersama tim masih menunggu keputusan dari pihak terdakwa sebagai pemberi kuasa untuk melakukan upaya hukum lanjutan ke Pengadilan Tinggi NTB tersebut.
"Itu makanya, untuk banding, kami akan ketemu dahulu dengan terdakwa dan pihak keluarganya," ujar dia.
Baca juga: KPK apresiasi vonis perkara korupsi Shelter Tsunami Lombok Utara sesuai tuntutan
Dasar penasihat hukum merencanakan banding melihat putusan pada Rabu (4/6) tersebut. Menurut dia, hakim dalam menetapkan putusan tidak mempertimbangkan segala bentuk pembelaan terdakwa serta fakta yang terungkap dalam persidangan.
Salah satu persoalan yang menurut dia paling krusial terkait pernyataan hakim mengenai proyek pembangunan gedung bernilai Rp20,9 miliar itu tidak memenuhi asas pemanfaatan dan gagal bangunan sesuai tuntutan jaksa dari Komisi Antirasuah.
"Soal pemanfaatan gedung itu 'kan jelas, dimanfaatkan apabila ada tsunami. Ini 'kan enggak ada tsunami, bagaimana mau dimanfaatkan?" ucap dia.
Jika dimanfaatkan untuk kepentingan lain, jelas dia, hal itu malah akan menjadi persoalan baru, yakni pemanfaatan tidak sesuai peruntukan maupun tujuan pembangunan.
"Dan itu (pemanfaatan) bukan lagi ranahnya PPK pelaksana proyek, klien kami. Itu sudah ranahnya Pemda Lombok Utara, karena statusnya sudah BMD (barang milik daerah). Ingat, proyek ini sudah FHO (Final Hand Over), itu fakta persidangan dan kami lampirkan dalam pledoi," katanya.
Baca juga: Dua terdakwa korupsi shelter tsunami Lombok Utara divonis enam tahun penjara
Sama halnya dengan Aan Ramadhan, John A. Christiaan yang merupakan penasihat hukum terdakwa dua, Agus Herijanto sebagai kepala pelaksana proyek dari PT Waskita Karya merasa berkecil hati dengan putusan yang merujuk pada tuntutan jaksa tersebut.
Menurut dia, dalam pemaparan saksi meringankan atau "a de charge" yang punya kompetensi di bidang konstruksi sudah cukup jelas tersampaikan secara mendasar bahwa tidak ada kegagalan bangunan.
"Kami hargai putusan itu, tetapi percuma dong kami ajukan saksi 'a de charge' yang punya kompetensi di bidang itu tidak dipertimbangkan," kata John.
Begitu juga dengan kerugian negara Rp1,3 miliar dari total loss sebesar Rp18,48 miliar yang dibebankan sebagai uang pengganti kepada Agus Herijanto.
Kerugian Rp1,3 miliar yang disebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dinikmati oleh Agus Herijanto itu bertentangan dengan fakta sidang.
"Dalam fakta persidangan itu sudah ada terungkap dari keterangan beberapa saksi pihak Waskita Karya. Mereka mengakui bahwa uang itu tidak seperti yang didalilkan jaksa," ujarnya.
Baca juga: Terdakwa korupsi shelter tsunami Lombok Utara menangis saat bacakan pledoi
Seperti mendatangkan 200 pekerja dari Pulau Jawa yang menelan anggaran Rp200 juta. Sebagai kepala pelaksana proyek, hal tak terduga itu bisa saja muncul di lapangan melihat periode pengerjaan yang cukup singkat selama 4 bulan.
"Kemudian soal IMB Rp220 juta sekian. Faktanya IMB itu gratis, namun ada penarikan biaya di sini dan itu diterima pihak pemda. Jadi, kalau itu dibilang gratifikasi, iya memang, dikeluarkannya resmi kok," kata dia.
Lebih lanjut, John mengingatkan kembali fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa persoalan ini muncul dari tahap perencanaan tahun 2012.
Hasil perencanaan yang diterbitkan PT Qorina yang merujuk pada desain BNPB itu tidak cocok dengan kondisi di lapangan sehingga ada perubahan DED pada tahun 2014.
"Maka dari itu, kami meminta perkara ini dikembangkan. Pihak PT Qorina dan PPK perencana proyek harus jadi tersangka, mereka punya tanggung jawab besar dalam proyek ini," ujarnya.
Baca juga: Jaksa buktikan terdakwa shelter tsunami Lombok Utara nikmati Rp1,3 miliar
Baca juga: PPK proyek shelter tsunami Lombok Utara dituntut pidana 6 tahun
Baca juga: Terdakwa: Perubahan DED Shelter Tsunami hasil desain Kabid Cipta Karya NTB