Fortifikasi pangan untuk solusi anemia pada anak

id Fortifikasi pangan,susu pertumbuhan,anemia pada anak,anemia defisiensi besi

Fortifikasi pangan untuk solusi anemia pada anak

Siswa SD makan nasi yang telah diproses dengan inovasi terknologi beras fortifikasi di Universitas Jember, Jawa Timur, Kamis (17/10/2024). ANTARA FOTO/Seno/tom.

Jakarta (ANTARA) - Fortifikasi pangan bisa menjadi salah satu terobosan dalam upaya menjaga kualitas hidup generasi mendatang. Fortifikasi ini adalah upaya untuk menambahkan zat gizi esensial seperti vitamin dan mineral ke dalam makanan pokok (misalnya garam beryodium, tepung terigu dengan zat besi, susu dengan vitamin D) untuk mencegah kekurangan gizi dan meningkatkan kesehatan masyarakat secara luas.

Di balik istilah yang terkesan teknis itu, fortifikasi sebenarnya menyimpan pesan sederhana untuk melengkapi pangan sehari-hari dengan zat gizi esensial agar masyarakat, khususnya anak-anak, terhindar dari kekurangan gizi yang berdampak panjang.

Zat besi adalah salah satu contohnya. Defisiensi zat besi masih menjadi masalah kesehatan global, dan dampaknya bukan hanya fisik tetapi juga mempengaruhi perilaku serta perkembangan otak anak.

Di sinilah fortifikasi pangan memainkan peran penting, karena tidak semua keluarga mampu menyediakan asupan zat besi dari makanan alami yang beragam setiap hari.

Fortifikasi pangan telah diterapkan di berbagai negara dan Indonesia dapat meniru keberhasilan negara lain seperti Costa Rica dan Chile yang sejak 1996 konsisten melakukan fortifikasi untuk mengatasi anemia defisiensi besi (ADB).

Hasilnya nyata, prevalensi ADB menurun dan kualitas hidup generasi muda meningkat. Indonesia tentu bisa belajar dari pengalaman tersebut, apalagi tantangan gizi di tanah air masih besar.

Fortifikasi bukan sekadar program teknis, tetapi bisa menjadi strategi nasional yang efektif untuk memutus mata rantai masalah gizi dan meningkatkan daya saing sumber daya manusia.

Salah satu bentuk fortifikasi yang banyak dijumpai adalah pada susu pertumbuhan. Produk ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti ASI, melainkan sebagai pelengkap ketika anak sudah memasuki usia enam bulan dan mulai mendapat makanan pendamping.

Pada fase ini, kebutuhan zat besi meningkat pesat sehingga tidak lagi bisa dipenuhi dari ASI saja. Susu pertumbuhan yang difortifikasi dengan zat besi dapat membantu, terutama bagi anak-anak yang sulit menerima variasi sumber makanan kaya zat besi.

Namun, penting untuk ditekankan bahwa susu hanyalah salah satu contoh dari beragam bentuk fortifikasi pangan. Ada juga fortifikasi pada tepung, garam, atau minyak goreng yang sama-sama punya peran strategis dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat luas.

Gerakan Tutup Mulut

Mengapa fortifikasi menjadi sangat penting? Karena kekurangan zat besi tidak hanya menyebabkan anemia, tetapi juga berhubungan dengan fenomena yang sering dikeluhkan orang tua, yaitu anak yang sulit makan atau dikenal dengan istilah Gerakan Tutup Mulut (GTM).

Kondisi ADB dapat mengganggu produksi hormon ghrelin atau hormon lapar yang berada di lambung. Ketika hormon ini terganggu, anak tidak merasakan sinyal lapar, sehingga nafsu makan berkurang drastis.

Baca juga: Fortifikasi pangan solusi anemia pada anak

Banyak orang tua mungkin menyalahkan anak yang pilih-pilih makanan, padahal akar masalahnya bisa jadi adalah defisiensi zat besi.

Fortifikasi pangan hadir sebagai solusi yang konkret untuk mencegah masalah ini sejak awal, agar anak tetap memiliki selera makan yang sehat dan tumbuh optimal.

Baca juga: Fungsi zat besi dan solusi fortifikasi gizi bagi balita

Fortifikasi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi pembangunan bangsa. Anak yang tumbuh dengan gizi baik akan memiliki konsentrasi, kemampuan belajar, dan produktivitas lebih tinggi di masa depan.

Bayangkan jika masalah anemia dibiarkan meluas, generasi muda akan tumbuh dengan keterbatasan kognitif dan kesehatan, yang tentu berdampak pada daya saing nasional. Oleh karena itu, fortifikasi bukan hanya persoalan kesehatan anak, tetapi juga strategi investasi sumber daya manusia.

Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.