KUASA PENAMBANGAN DI SUMBAWA MENCAKUP HUTAN LINDUNG

id

        Mataram, 28/10 (ANTARA) - Puluhan Kuasa Penambangan (KP) yang diterbitkan para bupati di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencakup kawasan hutan lindung, sehingga rentan menimbulkan kerusakan hutan.
         Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB, Ir Hartina, MM, mengemukakan hal itu dalam pertemuan koordinasi dengan Tim Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang beraudiens dengan Pemerintah Provinsi NTB, di Mataram, Rabu.
         "Semua KP yang diterbitkan para bupati di Pulau Sumbawa mencakup hutan lindung. Habis sudah hutan di pulau itu kalau semua KP itu melakukan aktivitasnya," ujarnya.
         Hartina mengatakan, sejauh ini sudah ada 24 KP di Pulau Sumbawa namun tidak beroperasi sekian lama dan hanya 11 KP yang memperbaharui statusnya.
         Dari 11 KP itu sembilan KP dia ntaranya tengah mengurus izin pakai lahan di kawasan hutan lindung yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi NTB.
         "Ternyata KP itu mencakup hutan lindung dari wilayah Sumbawa Barat hingga Bima. Hanya kawasan hutan lindung di pegunungan Tambora dan Soromandi saja yang belum termasuk areal KP yang telah disetujui para kepala daerah di Pulau Sumbawa," ujarnya.
         Hartina berharap, puluhan KP itu hanya berbentuk dokumen tanpa aktivitas agar kawasan hutan lindung di Pulau Sumbawa itu aman dari ancaman kerusakan.
         "Mudah-mudahan puluhan KP hanya 'PT Akan' karena kalau semuanya beraktivitas hingga tahapan eksploitasi maka habis sudah hutan lindung di daerah itu," ujarnya.
         Hartina mendukung upaya Badan Penanaman Modal (BPM) NTB yang merekomendasikan pembatalan puluhan KP yang diterbitkan Bupati Sumbawa Barat, karena areal penambangannya di kawasan hutan.
         Hasil penelusuran Badan Penanaman Modal (BPM) NTB, 48 KP yang diterbitkan Bupati Sumbawa baik untuk perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) dalam beberapa tahun terakhir ini, dinyatakan bermasalah.
         Areal penambangan sebagaimana tertera dalam KP itu berlokasi di kawasan hutan, termasuk hutan lindung, sehingga dibutuhkan rekomendasi gubernur sebagai perpanjangtangan pemerintah pusat untuk legalitas usaha penambangan tersebut.
         Gubernur NTB pun akan merekomendasikan aktivitas penambangan itu berdasarkan telaah staf yang telah melewati proses kajian yang mendalam.
         Sejauh ini, belum satu pun dari 48 KP itu yang direkomendasikan untuk melakukan aktivitas penambangan karena dikhawatirkan merusak ekosistem hutan.
         Kekhawatiran akan terjadi kerusakan hutan akibat aktivitas penambangan itu yang melatari BPM NTB merekomendasikan pembatalan 48 KP itu.
         BPM NTB pun telah meminta Pemkab Sumbawa mengkaji ulang kelayakan KP itu agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, meskipun KP merupakan otoritas pemerintah daerah. (*)