Pengamat politik: Ekonomi merata harus diterapkan presiden terpilih

id Majelis Hakim MK

Pengamat politik:  Ekonomi merata harus diterapkan presiden terpilih

Majelis Hakim MK membacakan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak /foc. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Mataram (ANTARA) - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menekankan bahwa konsep ekonomi merata harus diterapkan siapapun presiden yang terpilih nantinya.

"Siapapun presidennya, kepastian ekonomi masa depan harus segera ditetapkan, salah satunya adalah konsep ekonomi merata," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Salah satu prinsip ekonomi merata adalah harga sembako yang terjangkau oleh seluruh masyarakat.

"Perekonomian yang baik adalah barometer bagi politik Indonesia, jadi itu adalah kuncinya," kata Hendri.

Sementara itu, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi membacakan amar putusan permohonan gugatan perselisihan hasil Pemilu Presiden 2019, pada Kamis ini mulai pukul 12.30 WIB.

Permohonan gugatan disampaikan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi dan proses persidangan dilakukan mulai 14 Juni lalu.

Pada kesempatan lainnya, Ketua Tim Hukum Sengketa Pilpres Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ali Nurdin memperkirakan tidak terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim konstitusi dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

"Kalau merujuk pengalaman Pilpres 2014 di mana saya wakil ketua tim hukum, itu tak ada dissenting opinion. Dalam perkara hukum sekarang ini saya tidak melihat ada dalil yang lebih berat," tutur Ali.

Sementara materi gugatan dalam Pilpres 2019 dan 2014 dinilainya tidak jauh berbeda, di antaranya mengenai daftar pemilih tetap (DPT), salah hitung, dan perolehan suara 0.

Selain itu, salah satu dalil permohonan tentang pendaftaran paslon, sudah diatur mekanisme pelaporannya di Bawaslu.

Selain Bawaslu, pilihan selanjutnya adalah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).