674.017 jiwa warga NTB kesulitan air bersih

id Kekeringan,NTB,Air Bersih,Kemarau 2019,BPBD NTB

674.017 jiwa warga NTB kesulitan air bersih

Sejumlah warga di Kabupaten Bima menerima distribusi air bersih dari mobil tangki yang disalurkan pemerintah daerah melalui BPBD Kabupaten Bima. (ANTARA/Nur Imansyah).

Mataram (ANTARA) - Sebanyak 185,708 kepala keluarga atau 674,017 jiwa warga di Nusa Tenggara Barat kesulitan memperoleh air bersih akibat musim kemarau 2019 yang melanda hampir semua wilayah di provinsi itu.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB Ahsanul Khalik mengatakan kekeringan yang melanda NTB ini tersebar di sembilan kabupaten/kota. Mulai kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa, Sumbawa Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, Lombok Utara dan Kota Bima.

"Pendistribusian air bersih di daerah-daerah yang dilanda kekeringan terus kita lakukan bersama pemerintah kabupaten/kota dibantu Dinas Sosial Provinsi NTB," ujarnya di Mataram, Kamis.

Berdasarkan data yang dihimpun BPBD NTB, kata Ahsanul Khalik, jumlah desa yang terdampak kekeringan terus bertambah, dari 298 desa menjadi 302 desa yang tersebar di 69 kecamatan. Wilayah terparah berada di Kabupaten Lombok Tengah dengan 83 desa, tersebar di sembilan kecamatan dengan 69,380 kepala keluarga (KK) atau 283,967 jiwa yang terkena dampak.

Selanjutnya, Kabupaten Sumbawa dengan 42 desa di 17 kecamatan dengan KK terdampak 20,189 atau 80,765 jiwa. Kabupaten Lombok Timur 37 desa di tujuh kecamatan dengan KK terdampak 42,546 atau 128,848 jiwa. Kabupaten Bima 36 desa di 10 kecamatan dengan terdampak 4,190 KK atau 20,819 jiwa.

Kemudian, Kabupaten Dompu 33 desa di delapan kecamatan, dengan warga terdampak 15,094 KK atau 48,717 jiwa. Kabupaten Lombok Barat 25 desa di enam kecamatan 16,246 KK atau 64,985 jiwa. Sementara, Lombok Utara 20 desa di lima kecamatan dengan KK terdampak 9,388 atau 28,136 jiwa.

"Sementara Kabupate Sumbawa Barat serta Kota Bima sama-sama 13 desa/kelurahan," terangnya.

Menurutnya, terkait kondisi itu pihaknya akan segera melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota yang wilayahnya terdampak kekeringan. Termasuk, pihaknya juga akan mengundang BMKG untuk memberikan penjelasan dan gambaran kekeringan di NTB itu akan sampai kapan dan puncak dari kemarau tersebut.

"Nanti dalam rapat itu kita akan buat rancangan, apakah kabupaten/kota akan mengeluarkan surat keputusan tanggap darurat kekeringan atau tidak, kalau sudah baru pemerintah provinsi yang mengeluarkan," jelasnya.

"Kalau ada kabupaten/kota tanggap darurat, maka provinsi juga akan mengeluarkan sehingga dana dari provinsi bisa dikeluarkan. Karena tahun lalu sampai Rp3,5 miliar untuk anggaran kekeringan itu. Tapi dengan cakupan luas wilayah yang ada kemungkinan bisa ditambah," katanya.

Mantan Kepala Dinas Sosial NTB ini, menyatakan jika melihat luas wilayah dan dampak akibat kekeringan tersebut, maka wilayah yang terkena kekeringan akan semakin meningkat, baik di Pulau Sumbawa maupun Pulau Lombok.

"Kalau melihat hari tanpa hujannya lama, kemungkinan jumlah wilayah yang dilanda kekeringan juga akan semakin bertambah," ucap Ahsanul Khalik.

Lebih lanjut, ia mengatakan selain mendistribusikan air kepada wilayah yang dilanda kekeringan, kedepan untuk langkah jangka panjang pihaknya akan melakukan penanaman pohon, pembangunan sumur bor dan membangun waduk-waduk sebagai tempat menyimpan air.

"Ini untuk jangka panjang, sehingga kita tidak kesulitan air lagi," katanya.