Penanganan kasus Bank NTB, Kejati harus belajar dari kasus Nazaruddin

id kredit fiktif,bank NTB

Penanganan kasus Bank NTB, Kejati harus belajar dari kasus Nazaruddin

Peneliti dari Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB, Johan Rahmatulloh. (ANTARA/Dhimas BP)

Mataram (ANTARA) - Peneliti dari Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) Nusa Tenggara Barat, Johan Rahmatulloh, mengatakan, penyidik Pidana Khusus Kejati NTB harus belajar dari kasus Nazaruddin, terkait penanganan kasus pencucian uang Bank NTB Cabang Dompu.

Dalam putusannya, kata Johan di Mataram, Kamis, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta telah menyatakan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu terbukti bersalah menerima gratifikasi.

Bahkan dari hasil pengembangan kasus korupsinya, Muhammad Nazaruddin turut dinyatakan terlibat dalam kasus pencucian uang yang salah satunya dialihkan dengan membeli saham milik PT Garuda Indonesia.

"Jadi Kejati NTB harus belajar dari kasus Nazaruddin. Nazarudin itu divonis tujuh tahun karena terbukti korupsi dan terbukti juga di kasus pencucian uangnya, divonis enam tahun, jadi total 13 tahun," katanya.

Tanggapan itu dilontarkan Johan mewakili Somasi NTB terkait peluang dihentikannya penyidikan kasus pencucian uang Bank NTB Cabang Dompu, yang terungkap dari hasil pengembangan kasus pencairan kredit fiktifnya.

Terkait dengan hal tersebut, Aspidsus Kejati NTB Ery Ariansyah Harahap mengatakan bahwa penyidik jaksa telah mengantongi nilai kerugian negara sebesar Rp6,2 miliar. Nilai kerugian tersebut telah diperoleh dalam kasus pencairan kredit fiktifnya.

Kejaksaan menilai nominal kerugian yang didapatkan dari hasil temuan PPATK tersebut sudah cukup menjadi dasar dalam menuntut tersangka untuk mengembalikan kepada negara.

Dengan dasar tersebut, pihak kejaksaan menganggap kasus pencucian uangnya tidak perlu lagi untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan karena hanya akan memperberat hukuman bagi tersangka yang telah dibebankan ganti rugi pada kasus pencairan kredit fiktifnya.

Berbeda dengan pihak kejaksaan, Johan melihat penanganan kasus pencucian uang Bank NTB Cabang Dompu yang telah masuk tahap penyidikan dengan mengantongi peran dua tersangka tersebut harus tetap berlanjut.

Dalam aturan Perundang-Undangan RI tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sudah jelas dipaparkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak dapat menghentikan kasus apalagi sampai menggugurkan status tersangka.

"Padahal sudah jelas diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, bahwa pengembalian kerugian negara tidak lantas menghentikan pidananya," ujar Johan.

Karena itu, Somasi NTB meminta pihak kejaksaan untuk terbuka dalam menentukan arah penyidikannya. Jangan sampai nantinya penghentian kasus ini tidak transparan karena hal tersebut sudah tentu akan mempengaruhi kredibilitas kejaksaan dalam menangani perkara.

"Kami berharap penanganan kasus ini dilakukan secara transparan agar publik juga ikut mengawasi," ucapnya.

Dalam penanganannya, kejaksaan telah menetapkan dua tersangka dari pihak debitur yang salah satu diantaranya turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencairan kredit fiktif, yakni SUR, direktur perusahaan PDM. Selain SUR, komisaris perusahaan berinisial TS juga turut ditetapkan sebagai tersangka.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menikmati aliran uang yang berasal dari pencairan kredit tersebut.

Dalam progres terakhir penanganannya, kejaksaan menggandeng PPATK untuk menelusuri jejak aliran uang kredit tersebut. Rekening perusahaan PDM dan milik dua tersangka turut menjadi bahan penelusuran PPATK.