Bali peringkat empat nasional bersih dari korupsi

id Gubernur Bali Wayan Koster

Bali peringkat empat nasional bersih dari korupsi

Gubernur Bali, Wayan Koster saat diwawancara, usai membuka acara Roadshow KPK di Kota Denpasar, yang akan berlangsung dari 16 hingga 18 Agustus 2019, pada Jumat (16/8). (Antara/Ayu Khania Pranisitha/2019)

Mataram (ANTARA) -  Dinilai secara keseluruhan termasuk sembilan kabupaten/kota, Bali menjadi provinsi yang bebas korupsi peringkat ke-4 secara nasional.

"Dilihat dari sisi anti korupsinya, baik bersih dan tertibnya ini di Bali sudah masuk ranking 4 secara nasional, kenapa kita bisa ranking 4 karena ada sedikit kendala oleh dua kabupaten, yaitu Karangasem dan Kabupaten Bangli, maka dengan program ini ke depannya mampu mendorong agar Karangasem dan Bangli dapat meningkat," kata Gubernur Bali Wayan Koster pada  pembukaan Roadshow Bus KPK di Art Center, Denpasar, Jumat.

Pihaknya juga berharap melalui program KPK ini, mampu mendorong posisi Bali yang bebas dan bersih dari korupsi menjadi meningkat. Tentunya hal ini tidak terlepas dari kerja sama jajaran Pemerintah Provinsi Bali dan para OPD di seluruh Bali.

Koster mengatakan dua kabupaten yang tergerus karena tidak taat dan tertib dalam melakukan pelaporan. Akibatnya
penginputan data menjadi lambat dan terhambat akibat dua Kabupaten tersebut.

"Dua kabupaten yang tergerus itu, kurang tertib dalam mengikuti program yang dijalankan, ada tahapan, ada juga target waktu, seharusnya udah selesai tetapi malah sebaliknya sehingga penginputan data jadi terlambat," ujar Koster.

Disamping itu, untuk mendukung program KPK RI, Wayan Koster merencanakan untuk menggalakkan pararem di Desa Adat Wilayah Bali untuk mewujudkan Bali yang bersih dan bebas korupsi.

Untuk itu, Koster mengharapkan tahun kedua masa pemerintahannya dapat diterapkan di Bali. Di Bali juga memiliki hukum adat yang kuat disebut awig-awig atau pararem yang mengikat warga di Desa Adat setempat.

Berdasarkan peraturan daerah yang baru itu, dimanapun orang Bali berada, baik berada di dalam atau di luar Bali, bahkan di negara lain warga tersebut, tetap terikat dengan hukum adat di desa.

"Karena itu, saat ini saya sedang mempertimbangkan agar hukum adat dengan pararem itu diterapkan kepada warga adat setempat," katanya.

Ia juga menambahkan bahwa lebih berat hukuman di adat daripada hukuman administratif.

Untuk itu mempertimbangkan cara penerapan terutama bagi warga Bali agar menjalankan tata kehidupan yang baik untuk mendukung program pemerintah yang juga turut bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)