Tim fasilitasi relokasi nelayan Ampenan dibentuk

id nelayan,mataram,relokasi

Tim fasilitasi relokasi nelayan Ampenan dibentuk

Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh. (Foto: ANTARA News/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, segera membentuk tim fasilitasi untuk penanganan relokasi warga nelayan di Lingkungan Pondok Perasi, Ampenan, yang terancam diekesekusi karena tinggal di atas lahan milik orang.

Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh di Mataram, Selasa mengatakan tim fasilitasi itu nantinya akan melakukan negosiasi dengan pemilik lahan dan mengajukan beberapa solusi agar ratusan kepala keluarga di Pondok Perasi tidak dieksekusi secara paksa sebelum adanya kepastian mengenai rekolasi.

"Waktu eksekusi diberikan delapan hari, karenanya ruang itu kami manfaatkan secara optimal untuk mencari jalan terbaik, baik warga maupun pemilik lahan," katanya.

Menurutnya, beberapa opsi yang telah dirumuskan Pemerintah Kota Mataram untuk penanganan masalah itu, antara lain melakukan negosiasi dengan pemilik untuk kembali memberikan waktu kepada warga sampai rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) nelayan terbangun dan nelayan direlokasi.

"Informasinya, pembangunan rusunawa nelayan saat ini dalam tahap lelang di pemerintah pusat dan akan terbangun Tahun 2020, dan dibutuhkan pernyataan warga terhadap kesiapannya direlokasi ke rusunawa," katanya.

Opsi kedua, lanjut Wali Kota, Pemerintah Kota ingin membeli tanah itu kemudian dijadikan ruang terbuka hijau (RTH ), kemudian ditata kembali.

"Untuk membeli lahan tersebut juga tidak bisa sembarangan, karena ada aturan-aturannya. Untuk itu, masalah ini sudah kami sampaikan dalam rakor pandangan hukum agar warga kita merasa aman dan nyaman tinggal di lahan tersebut," ujarnya.

Dikatakan, opsi-opsi tersebut akan ditawarkan kepada pemilik lahan dan warga agar tidak terjadi kegaduhan dan keributan di tengah masyarakat.

"Kami tidak mungkin diam melihat kondisi itu sehingga berbagai kemungkinan harus segera kami sikapi dan antisipasi agar eksekusi tidak terjadi," katanya.

Sementara opsi secara hukum, kata Wali Kota, sudah tidak memungkinkan karena sudah ada keputusan tetap (mengikat) terhadap pemilik lahan tersebut, sehingga membenarkan sekitar 200 warga di Pondok Perasi, tinggal atau menempati di atas lahan milik orang.

Wali Kota mengatakan, apabila eksekusi terjadi, berbagai benturan bisa terjadi, dan hal itu dapat berdampak luas, termasuk terhadap dampak ekonomi dan kesejahteraan warga.

"Warga di sana juga punya anak-anak yang sedang bersekolah, karena itu dampak bagi anak-anak perlu diperhatikan juga jika terjadi eksekusi," katanya.