Denda Rp10 juta ternak masuk lahan orang terlalu ekstrem

id distan,mataram,denda

Denda Rp10 juta ternak masuk lahan orang terlalu ekstrem

Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli. (FOTO: ANTARA News/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli menilai, Rancangan Undang Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 2019, yang salah satunya menyebutkan denda Rp10 juta bagi hewan ternak masuk lahan orang terlalu ekstrem.
 
"Kami menilai terlalu ekstrem karena dendanya cukup tinggi, dan menghilangkan nilai-nilai sosial serta membuka peluang tindak kejahatan," katanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis.

Peluang kejahatan yang dimaksudkan Mutawalli adalah, dikhawatirkan oknum masyarakat akan memanfaatkan aturan tersebut untuk mendapatkan denda tersebut dengan sengaja menabur pakan di lahan miliknya sehingga ternak milik tetangganya masuk ke pekarangannya.

"Kalau kondisinya seperti itu kan bisa bahaya dan banyak orang berniat jahat. Untuk itu perlu ada pengkajian yang lebih mendalam sebelum diberlakukan," katanya.

Namun demikian, sambungnya,  apabila RUU KUHP tersebut tetap akan disahkan, implementasi pada pasal tersebut harus ada turunan regulasi yang jelas sehingga tidak serta merta langsung memberikan sanksi denda.

"Dalam regulasi turunannya itu, perlu diperjelas lagi seperti apa dan sejauh mana perusakan yang diakibatkan ternak atau hewan peliharaan yang harus dikenakan denda tersebut," katanya.

Selama ini, dalam hal masalah gangguan kenyamanan akibat adanya aktivitas peternakan warga, dilakukan penyelesaian secara sosial kemasyarakat dan kekeluargaan melalui musyawarah.

Misalnya, katanya, klaim masyarakat yang banyak diterima terkait dengan aktivitas peternakan di tengah masyarakat adalah peternakan ayam dan babi di tengah kampung yang berdampak pada pencemaran lingkungan akibat kotoran ternak babi maupun ayam.

"Peran pemerintah dalam hal ini penting untuk menyelesaikan agar tidak merugikana kedua belah pihak,"

Jumlah kasus yang ditangani hingga saat inipun telah mencapai puluhan, bahkan ada yang berdampak hingga penutupan peternakan warga karena setelah dilakukan kajian dan pertimbangan, aktivitas mereka terbukti mengganggu kenyaman warga sekitar.

"Warga yang merasa tidak nyaman dengan aktivitas peternakan di tengah kampung biasanya akan menyampaikan klaimnya melalui aparat lingkungan, kelurahan, ada juga yang langsung ke kantor kami," katanya.