DLH Mataram melakukan pemetaan TPS "liar"

id TPS,DLH,Mataram

DLH Mataram melakukan pemetaan TPS  "liar"

Ilustrasi: lahan kosong kerap menjadi tempat pembuangan sampah "liar" di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. (Foto: (ANTARA News/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, akan melakukan pemetaan terhadap keberadaan tempat penampungan sementara (TPS) smpah yang masih "liar", di kota itu untuk memudahkan penanganan dan pembinaan warga sekitar.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram H Mahmuddin Tura di Mataram, Jumat mengatakan jumlah TPS resmi di Kota Mataram sekitar 12 titik, sementara TPS "liar" mencapai puluhan.

"Selain jumlah TPS 'liar' lebih banyak dari TPS resmi, keberadaanya juga terpencar dan tidak beraturan. Di tempat kosong, bahkan di bahu jalan," katanya.

Ia mengatakan, setelah dilakukan pemetaan pihaknya akan mencoba memperbanyak TPS resmi agar bisa terkontrol dan tertangani setiap hari. "Namun, kadang kalau dijadikan TPS resmi, banyak juga warga sekitar menolak karena mereka tidak mau terkena dampaknya," katanya.

Oleh karena itu, upaya lain yang akan dilakukan untuk penanganan sampah pada TPS "liar", adalah dengan mengingatkan kembali masyarakat terhadap jam buang sampah yang sudah ditetapkan, yakni pukul 18.00-06.00 Wita.

"Dengan demikian, depo dan TPS resmi bisa bersih dari pagi sampai sore. Kesempatan itu kami gunakan untuk menyisir TPS 'ilegal'," katanya.

Menurutnya, kota-kota besar, seperti di Surabaya, melakukan aktivitas pembuangan sampah dilakukan pada malam hari, sehingga tidak ada lagi kelihatan petugas pengangkut sampah pada siang hari.

Oleh karena itulah, DLH juga akan menghidupkan kembali jam buang sampah, dengan mengundang kepala lingkungan yang ada di sekitar TPS, termasuk untuk petugas kendaraan roda tiga.

"Kami juga berharap komitmen dan partisipasi masyarakat untuk tidak membuang sampah di luar jam buang sampah agar TPS dan depo sampah tetap bersih pada siang hari," katanya.

Di sisi lain, Mahmuddin menambahkan, munculnya TPS-TPS "liar" dipicu karena operasional kendaraan roda tida tidak sesuai dengan luas wilayah yangdilayani.

"Untuk itu, kita juga sudah mengusulkan penambahan kendaraan roda tiga terutama untuk lingkungan yang wilayahnya luas. Memang idealnya satu lingkungan dua kendaraan roda tiga," katanya menambahkan.